Hakim MK: Gejala Demokrasi Poco-Poco di Indonesia

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, Ketua Sidang Panel III | Youtube Mahkamah Konstitusi
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, Ketua Sidang Panel III | Youtube Mahkamah Konstitusi

FORUM KEADILAN – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menyebut bahwa demokrasi ibarat demokrasi poco-poco atau maju mundur sejak era orde baru hingga pasca-reformasi.

Selain itu, ia menyebut demokrasi di Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) cenderung menurun.

Bacaan Lainnya

Awalnya, Arief membandingkan proses konsolidasi demokrasi di beberapa negara di Timur Tengah dengan di Indonesia.

Ia menyebut beberapa negara di Timur Tengah harus mengalami pertumpahan darah untuk meraih demokrasi, sedangkan demokrasi di Indonesia terbilang cukup berhasil.

“Indonesia juga mengalami dari proses orde baru ke reformasi. Indonesia, alhamdulillah cukup berhasil, negaranya tidak pecah mampu untuk melakukan konsolidasi demokrasi dengan sebaik-baiknya,” kata Arief dalam seminar Constitutional Law Festival, Minggu, 15/9/24.

Namun, Arief menyebut bahwa demokrasi di Indonesia cenderung melenceng dari pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurutnya, demokrasi di negara ini lebih mengarah ke individualistik liberalistik.

Meski begitu, ia justru mempertanyakan apakah Indonesia telah berhasil dalam mengkonsolidasikan demokrasi.

Menurutnya, selama ini demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut mulai dari tahun 1998 paska Presiden Soehrto lengser hingga akhir pemerintahan Joko Widodo.

“Mulai dari Pak Habibi, kemudian Gus Dur, Ibu Mega, SBY dan Jokowi. Kadang-kadang demokratis betul, kadang-kadang tidak. Maju-mundur, maju-mundur. Yang terakhir ini (Jokowi) agak parah,” katanya.

Karena adanya pasang surut demokrasi tersebut, Arief lantas mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia ialah demokrasi poco-poco, atau maju mundur.

“Saya berani katakan begitu karena itu tadi, karena demokrasi poco-poco enggak mau ya demokrasi sajojo, maju mundur maju mundur,” tutupnya.*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait