Senin, 07 Juli 2025
Menu

Sebut Erina Hamil Tak Boleh Naik Angkutan Umum, IM57+: Menkominfo Harus Sadar Posisi

Redaksi
Kaesang Pangarep dan istrinya, Erina Gudono | Instagram @kaesangp
Kaesang Pangarep dan istrinya, Erina Gudono | Instagram @kaesangp
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie yang mengomentari pemakaian jet pribadi Kaesang Pangarep dan istrinya, Erina Gudono, menuai polemik di masyarakat.

Ketua IM57+ Praswad Nugraha mengatakan, komentar Budi Arie itu dinilai tidak paham posisi sendiri. Pasalnya, Budi Arie adalah seorang menteri bukan sebagai tim kampanye putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.

“Pertama, Budi Arie harusnya memahami posisi dia sebagai pejabat publik dan bukan sebagai Tim Kampanye Kaesang. Sehingga, segala pernyataannya harus mencerminkan integritas sebagai seorang Menteri Republik Indonesia sekaligus pejabat publik,” kata Praswad dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 12/9/2024.

Praswad menyebut, pernyataanya soal kondisi Erina yang sedang mengandung mengaburkan substansi. Menurutnya, apakah memang seluruh wanita yang sedang mengandung di Indonesia bisa mendapatkan keistimewaan yang sama dengan menantu presiden itu.

“Dialektikanya justru semakin menjauh dari diskursus yang logis. Publik mempersoalkan terkait dengan dugaan gratifikasi, bukan kelayakan seseorang yang sedang mengandung untuk terbang,” lanjutnya.

Praswad dengan tegas menyatakan bahwa penggunaan jet pribadi itu bukan isu personal. Melainkan, lanjutnya, sudah menjadi isu publik, di mana sejauh apa keluarga dari pejabat publik wajib memberikan laporan atas setiap dugaan gratifikasi yang diterima atau dinikmatinya.

“Pernyataan Budi seolah-olah memberikan pesan bahwa pejabat publik boleh melakukan apa pun, dan pejabat publik dapat tetap menggunakan posisinya untuk menyampaikan berbagai statement yang menyesatkan publik,” tegasnya.

Praswad juga menyentil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sudah seharusnya KPK menindaklanjuti kasus Kaesang itu dengan serius.

Praswad mencontohkan awal mula kasus mantan pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo (RAT). KPK menelisik kasus dugaan korupsi RAT berawal dari gaya mewah hidup anaknya, yang jelas bukan seorang penyelenggara negara.

“Harusnya KPK memberikan perlakuan yang sama, dengan bukan hanya melakukan klarifikasi. Tetapi, juga melakukan pendalaman potensi pemberian fasilitas ini. Apabila dibiarkan maka KPK akan membiarkan adanya pilah-pilih secara nyata bukan atas jenis kasus apa yang ditangani, tetapi siapa subjek pelaku yang ditangani,” ujarnya.

Kata Praswad, pembiaran ini kedepannya akan menjadi preseden buruk bagi nilai-nilai equality before the law (persamaan di mata hukum). Selain itu, jika KPK tidak menindaklanjuti dugaan gratifikasi tersebut, maka di masa mendatang seluruh anak-anak pejabat negara akan mengikuti perilaku yang sama.

“Dengan memanfaatkan jabatan orang tua atau keluarganya untuk menikmati fasilitas dan gratifikasi dari pihak yang memiliki kepentingan dengan kekuasaan yang melekat pada anggota keluarga yang sedang menjabat,” pungkasnya.*

Laporan Merinda Faradianti