Cukai Rokok Naik, Anggota Komisi IV: Mematikan Industri Dalam Negeri

FORUM KEADILAN – Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo memprotes keras kenaikan cukai rokok. Menurutnya, langkah tersebut dapat mengancam tenaga kerja di industri dalam negeri dan petani tembakau.
“Jangan terlalu mahal. Karena terlalu mahal itu mematikan industri dalam negeri. Itu bertentangan dengan cipta kerja. Spirit itu akan hilang,” ucap Firman di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 12/9/2024.
Selain tidak berpengaruh pada peningkatan penerimaan negara, kenaikan cukai rokok, kata Firman, akan berdampak sosial yang luar biasa, terutama bagi industri menengah atau pedagang kecil.
“Harus dilihat betul bahwa kenaikan itu akan membawa dampak negatif atau positif. Karena aspek sosialnya cukup banyak, dari tenaga kerja, petani, sampai pedagang-pedagang asongan,” tukasnya.
Firman mengkritik langkah pemerintah yang dianggap tidak proporsional dalam kasus cukai rokok ini. Menurutnya, hal tersebut sama sekali tidak menguntungkan secara ekonomi bagi negara.
“Pemerintah itu kan meniatkan 10 persen per tahun. Kemudian outlook-nya adalah harapan pemerintah bisa meningkatkan pendapatan negara. Tapi faktanya, dari hasil riset yang dilakukan oleh beberapa teman-teman penggiat daripada perpajakan, penerimaan negara tidak mengatakan seperti itu,” ungkapnya.
“Justru dengan adanya kenaikan cukai yang begitu tajam, banyak industri rokok menengah dan kecil yang kolaps. Tenaga kerja hilang, penerimaan negara mungkin berkurang, atau yang diuntungkan adalah industri besar,” tambahnya.
Firman juga curiga ada oknum pemerintah yang menjadi tangan panjang asing untuk mematikan industri rokok menengah, terutama rokok kretek, sehingga menguntungkan pihak investor dan industri asing.
Menurut Firman, kretek merupakan salah satu produk unggulan Indonesia dan memiliki warisan yang tidak ada di negara manapun.
Untuk itu, Firman berharap kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto agar memberikan perhatian lebih dan mempertimbangkan setiap kebijakan yang berkaitan dengan industri dalam negeri.
“Harapan kami adalah Pak Prabowo mendengarkan itu semua. Karena dalam sejarahnya, Indonesia pernah menjadi pengekspor tembakau terbesar di dunia. Jangan sampai nanti suatu saat Indonesia hanya menjadi catatan bahwa pernah menjadi negara produksi tembakau terbesar,” pungkasnya.*
Laporan Muhammad Reza