Tiga Kekhawatiran Faisal Basri Sebelum Berpulang

Researcher Director INDEF Berly Martawardaya dalam Podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan, Jumat, 6/9/2024 | YouTube Forum Keadilan TV
Researcher Director INDEF Berly Martawardaya dalam Podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan, Jumat, 6/9/2024 | YouTube Forum Keadilan TV

FORUM KEADILAN Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri tutup usia pada Kamis, 5/9/2024 lalu.

Meninggalnya tokoh pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini meninggalkan luka mendalam bagi banyak pihak, khususnya untuk kerabatnya, Researcher Director INDEF Berly Martawardaya.

Bacaan Lainnya

Dalam Podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan, Berly bercerita soal sosok Faisal Basri. Dalam kesempatan ini, ia juga membeberkan tiga hal yang menjadi kekhawatiran Faisal Basri sebelum meninggal dunia.

Berly mengungkapkan bahwa kekhawatiran pertama adalah soal tambang. Berly mengatakan, permasalahan tambang ini menjadi kekhawatiran Faisal Basri karena memiliki dampak berkepanjangan.

“Ya satu ya tambang, pasti ya karena itu dampaknya panjang ya dan apa kalaupun ya seharusnya diberikan. Tambang itu kalau mau untung agak tinggi gampang, ya gausah diolah limbahnya. Itu kan biayanya tinggi, apalagi pengawasannya tidak kuat atau memang dilemahkan. Sudah untung tinggi itu. Jadi kalau mau ketat, untung tambang ya lumayan, tapi gak gede-gede banget,” ujar Berly Martawardaya dalam Podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan, Jumat, 6/9.

Menurut Berly, Faisal Basri begitu memperhatikan soal pengelolaan limbah tambang agar tidak terjadi kerusakan lingkungan setelah menambang. Banyaknya lahan tambang yang tidak dipulihkan kembali akan membuat lingkungan menjadi bertambah rusak.

“Jadi beliau concern-nya dipengelolaan limbah dan kerusakan lingkungan pasca tambang. Tambang di-recovery lagi. Nah itu banyak yang tidak dilakukan ya,” lanjut Berly.

Kedua adalah kekhawatirannya terhadap masyarakat yang lemah, termasuk masyarakat adat.

Kata Berly, banyak masyarakat adat yang lahannya sudah dikelola bertahun-tahun bahkan beberapa generasi, tetapi kemudian diusir oleh orang lain yang mengambil lahannya untuk menambang.

“Terus ya justru yang concern beliau ke masyaarakat yang lemah ya. Masyarakat adatnya itu kan yang banyak tahu-tahu lahannya digunakan. Mereka memang tidak punya secara hukum, tapi sudah mereka kelola, tanami berpuluh-puluh tahun bahkan berapa generasi,” ungkap Berly.

Permasalahan tentang legalitas lahan masyarakat adat juga menjadi perhatian Faisal Basri. Maka pihaknya pun bekerja sama dengan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

“Masalah legalitas ya, memang jadi banyak kerja sama dengan Jatam. Masyarakat adat itu banyak sekali beliau,” sambungnya.

Ketiga adalah kekhawatiran Faisal soal kerja sama Indonesia dengan berbagai lembaga dan perusahaan-perusahaan luar negeri yang sering kali justru merugikan bagi bangsa ini.

“Kerja sama kita dengan lembaga dan apa perusahaan-perusahaan dari negara lain, sering kali justru merugikan kita gitu kan,” papar Berly.

Berly kemudian mencontohkan kereta cepat yang menurut analisis Faisal membutuhkan waktu di atas seratus tahun untuk bisa mendapatkan keuntungan. Menurut Faisal, kata Berly, kereta cepat ini biayanya justru naik sangat tinggi.

“Kereta cepat misalnya, beliau juga cukup lantang menyampaikan analisisnya bahwa di atas seratus tahun kalau gak salah beliau bilang baru bisa untung kalau untuk kereta cepat gitu kan, karena memang ternyata biayanya naik sangat tinggi,” beber Berly.

Menurut Berly, Indonesia sebagai bangsa berdaulat memiliki banyak sekali sumber daya yang bisa digunakan, namun proyek-proyek yang disetujui dan dilakukan justru tidak memiliki keuntungan bagi rakyat.

“Kita punya sumber daya lumayan banyak tapi justru apa, sebagian deal deal yang dibuat, project project yang berjalan itu justru tidak banyak keungtungannya bagi rakyat Indonesia,” tutur dia.

Tiga hal inilah yang menjadi kekhawatiran Faisal Basri dan membuatnya semakin vokal terhadap pemerintah saat ini. Terlebih lagi, lanjut Berly, Faisal sendiri masih keturunan dari Adam Malik yang merupakan politikus, mantan jurnalis serta Wakil Presiden ke-3 Republik Indonesia yang dulu ikut berjuang dalam Kemerdekaan Indonesia.

“Jadi ya kegemesan itukali ya apalagi sebagai apa, dia masih keluarga dari pahlawan Pak Adam Malik yang dulu berjuang di masa-masa awal. Jadi pas seperti ini yang dulu diinginkan para founding father kita. Jadi beliau masih dapat apa, info dan semangat langsung dari para founding father,” pungkasnya.*

Pos terkait