Kamis, 31 Juli 2025
Menu

20 Tahun Kasus Pembunuhan Munir Jalan di Tempat

Redaksi
Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dalam konferensi pers di Gedung YLBHI, Jakarta, Kamis, 5/9/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dalam konferensi pers di Gedung YLBHI, Jakarta, Kamis, 5/9/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Dua puluh tahun telah berlalu sejak kematian aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib, namun sampai saat ini Negara masih belum bisa mengadili dan menghukum aktor intelektual di balik kasus kematian Munir.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai bahwa pembunuhan Munir bukan lah tindak pidana pembunuhan biasa, melainkan kejahatan kemanusiaan yang terjadi secara sistematis dengan melibatkan beberapa aktor negara.

Mantan Anggota Tim Pencari Fakta Pembunuhan Munir tahun 2004-2005 juga mengatakan, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) ingin mengingatkan kembali soal tanggung jawab negara agar segera menyelesaikan kasus pembunuhan Munir.

“Kami juga menyayangkan tidak adanya lagi inisiatif formal dari negara termasuk langkah hukum untuk menimbang dibukanya kembali perkara ini,” ucap Usman dalam konferensi pers di Gedung YLBHI, Jakarta, Kamis, 5/9/2024.

Diketahui, Munir tewas diracun dalam perjalanan untuk melanjutkan kuliahnya di Belanda pada 7 September 2004. Beberapa aktor negara yang telah divonis atas kasus ini ialah Mantan Dirut Garuda Indonesia, Indra Setiawan, Eks Pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto dan Rohainil Aini.

Pembunuhan Munir juga diduga melibatkan sistem negara seperti Badan Intelijen Nasional (BIN). Deputi V BIN saat itu, Muchdi Prawiro Pranjono pernah menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Munir. Namun, pada 31 Desember 2008 ia dibebaskan dari segala dakwaan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Usman menegaskan bahwa pembunuhan Munir menunjukkan dimensi sistematis dari sebuah kejahatan. Tidak hanya terstruktur secada perencanaan, tapi juga melibatkan sistem negara, yaitu BIN.

Selain itu, kata Usman, pembunuhan terhadap Munir menjadi simbol kekerasan struktural di Indonesia, apalagi, semasa hidupnya Munir selalu mengadvokasikan pelanggaran HAM dan kekerasan struktural di Indonesia serta upaya mereformasi lembaga keamanan.

“Karena itu pembunuhannya bisa diartikan sebagai menghentikan perjuangan para korban dan keluarga korban dari pelanggaran HAM,” tuturnya.

Usman juga mengkritik langkah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang lambat dalam mengusut kasus tersebut.

Padahal, Komnas HAM bisa mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia di mana pembunuhan Munir dapat dipandang sebagai pembunuhan di luar hukum, atau extra judicial killing.

Selain itu, Komnas HAM juga bisa memakai argumen UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM di mana pembunuhan Munir bisa dilihat sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

“Terlalu lama Komnas HAM dalam lakukan penyelidikan ini, bertele-tele, terlalu birokratis, terlalu teknokratis,” sindir Usman.

Ditemui secara terpisah, Sekjen KASUM Bivitri Susanti mengapresiasi kerja Komnas HAM yang telah mengenal kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat dengan melakukan penyelidikan proses Pro Justitia.

Menurut Bivitri, penyelidikan ini menjadi sebuah peluang untuk dapat membongkar kejahatan sistemik dalam pembunuhan Munir. Hal ini juga menjadi upaya untuk membongkar pemufakatan jahat yang mengakibatkan terjadinya pola terstruktur, sistematis dan masif.

Sebagai informasi, Komnas HAM telah membentuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat peristiwa pembunuhan Munir Said Thalib pada Januari 2024.

“Kami apresiasi Komnas HAM karena sudah mulai dari tahun ini mengenal kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat makannya ada penyelidikan Pro Justitia. Tapi kami berharap ini agar segera diselesaikan dengan baik dan berkualitas, sehingga bisa lanjut terus sampai penuntutan, sampai pengadilan, hingga putusan. Jadi terang semuanya,” kata Bivitri.

Namun, Bivitri menegaskan agar Komnas HAM membuat laporan penyelidikan yang berkualitas. Menurutnya, KASUM akan membantu Komnas HAM dengan memberikan dokumen-dokumen yang dibutuhkan.

“Diskusi terus kami lakukan, Mba Suciwati (Istri Munir) sudah dipanggil kami dampingi juga jadi proses masih berjalan terus cuma memang kami mendorong agar dipercepat tapi harus berkualitas,” katanya

Untuk itu, kata Bivitri, KASUM mendesak Komnas HAM untuk bekerja dengan fokus dan maksimal dalam penyelidikan pPro Justitia terhadap kasus Munir.

“Penanganan yang lambat atau bahkan penundaan hanya akan menghasilkan ketidakpastian keadilan bagi keluarga korban untuk mendapatkan hak atas jaminan keadilan dan kebenaran,” katanya.*

Laporan Syahrul Baihaqi