Sabtu, 14 Juni 2025
Menu

Paus Fransiskus Puji Semboyan Indonesia Bhinneka Tunggal Ika Dalam Pidatonya

Redaksi
Paus Fransiskus saat memberikan sambutan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu, 4/9/2024 | YouTube Sekretariat Presiden
Paus Fransiskus saat memberikan sambutan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu, 4/9/2024 | YouTube Sekretariat Presiden
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pemimpin Gereja Katolik sedunia dan Kepala Negara Vatikan Paus Fransiskus, memuji semboyan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika yang mencerminkan realitas keberagaman di Tanah Air.

Hal ini disampaikan oleh Paus Fransiskus dalam pidatonya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 4/9/2024.

“Semboyan negara Anda, Bhinneka Tunggal Ika, bersatu dalam keberagaman secara harafiah berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua, berarti mengungkapkan realitas beraneka sisi dari berbagai orang yang disatukan dengan teguh dalam satu bangsa,” ujar Paus Fransiskus.

Paus Fransiskus berbicara di depan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para hadirin yang lain dengan bahasa Italia. Para hadirin mendengarkan via penerjemah headphone.

Ia juga menilai bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang ada dalam lambang negara Garuda Pancasila mencerminkan keanekaragaman kekayaan alam di Indonesia dan kondisi alamiah ini juga tercermin pada kebudayaan masyarakat Indonesia.

“Perbedaan-perbedaan Anda secara khusus berkontribusi bagi pembentukan mozaik yang sangat besar, yang mana masing-masing keramiknya adalah unsur tak tergantikan dalam menciptakan karya besar yang autentik dan berharga,” jelasnya.

Menurut Paus, kerukunan ini tercipta setelah semua kebutuhan setiap unsur dipertimbangkan. Setiap kelompok agama beriktikad baik dan melayani kebaikan bersama.

“Solidaritas adalah unsur hakiki dan semua orang memberikan sumbangsihnya, membantu mengidentifikasi solusi-solusi yang tepat untuk menghindari kejengkelan yang muncul dari perbedaan, dan mengubah perlawanan kepada kerja sama yang efektif,” lanjutnya.

Solidaritas dalam keberagaman juga turut menciptakan harmoni yang seimbang, tetapi keseimbangan ini rawan pecah karena banyak unsur di dalamnya.

“Keseimbangan yang bijaksana namun rentan ini, antara kemajemukan budaya yang besar dan ideologi-ideologi yang berbeda, dan cita-cita yang mempererat persatuan, haruslah dibela terus menerus dari pelbagai ketimpangan. Ini adalah karya keterampilan yang dipercayakan kepada semua orang, tetapi secara khusus kepada mereka yang terlibat dalam kehidupan politik yang harus memperjuangkan kerukunan, persamaan, rasa hormat atas hak-hak dasar manusia,” katanya.*