Suhartoyo soal Demonstrasi Kawal Putusan MK: Pada Akhirnya Semua Hormati Putusan

FORUM KEADILAN – Demonstrasi kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pencalonan kepala daerah sempat bergejolak di beberapa wilayah Indonesia tatkala DPR dan Pemerintah mencoba untuk mengabaikan putusan MK.
Ketua MK Suhartoyo enggan berkomentar banyak terkait sikap pembentuk Undang-Undang yang berupaya untuk tidak mematuhi putusan MK.
“Tapi mungkin mereka (DPR dan Pemerintah) punya alasan, tapi saya kira jawabannya pada hari ini semua lembaga mengikuti putusan MK,” kata Suhartoyo di Bogor, Jawa Barat, Senin, 26/8/2024.
Suhartoyo lantas bersyukur ketika putusan MK Nomor 60 dan 70/PUU-XXII/2024 dipatuhi serta dijadikan pedoman dalam merevisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 soal Pencalonan Kepala Daerah.
“Kita sudah bersyukur ketika putusan MK itu dihormati, kemudian dijadikan guidance bahwa konstitusi kan memang harus dipatuhi, harus diikuti, dan tidak boleh dilawan,” katanya.
Suhartoyo menegaskan bahwa setiap perkara yang diputus selalu berdasarkan dengan prinsip hukum dan keadilan, tanpa membedakan perkara satu dengan yang lainnya.
Jika ada satu atau dua perkara yang mendapat dukungan dari masyarakat, Suhartoyo menyebut bahwa hal demikian tidak bisa dijustifikasi masyarakat salah karena putusan tersebut sudah menjadi ranah publik.
Selain itu, Suhartoyo juga menyebut bahwa Mahkamah tidak mengharapkan adanya pujian ataupun respons ketika suatu permohonan diputus.
“Jadi mau ditanggapi baik maupun tidak, MK itu poinnya nawaitunya kita memberikan keadilan berdasarkan hukum dan konstitusi. Soal kemudian masih ada yang belum puas kalau perkaranya ditolak itu ya kita nggak bisa kemudian memaksa untuk bisa puas kan,” katanya.
Di sisi lain, Suhartoyo menilai bahwa dukungan dari masyarakat turut menaikkan kembali tingkat kepercayaan publik kepada Mahkamah.
Apalagi sebelumnya, marwah MK sempat jatuh ketika Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Setelahnya, eks Ketua MK Anwar Usman dicopot dari jabatannya karena terbukti melanggar pelanggaran etik berat.
“Ada beberapa hal yang menjadi rahasia umum, saya nggak usah sebutkan satu persatu. Tapi ya alhamdulillah kalau ini kemudian menjadi bagian dari publik. Kemudian publik menilai sesuatu yang bisa mengangkat marwah MK kembali,” katanya.
Sebelumnya, mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil menggelar aksi di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Kamis, 22/8/2024, ketika anggota dewan berupaya untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang mengabaikan putusan MK dalam syarat pencalonan kepala daerah.
Dalam RUU tersebut, pembentuk Undang-Undang malah mengakomodir putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23P/HUM/2024 yang menyatakan batas usia minimal dihitung sejak pelantikan calon kepala daerah.
DPR juga mengubah amar putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait threshold pencalonan kepala daerah di mana aturan baru tersebut hanya berlaku bagi partai non parlemen.
Pada substansi tersebut, DPR masih mempertahankan ketentuan ambang batas pencalonan kursi DPRD sebanyak 20 persen dan 25 persen suara sah pemilu DPRD (untuk partai parlemen), yang mana telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK.*
Laporan Syahrul Baihaqi