Selasa, 22 Juli 2025
Menu

Jokowi Curhat Ditinggal Ramai-ramai, Golkar: Tidak Berkaitan dengan Putusan MK

Redaksi
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 26/8/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 26/8/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) curhat soal dinamika politik belakangan ini saat menghadiri acara pembukaan Kongres III Partai NasDem di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Minggu, 25/8/2024.

Dalam pidatonya, Jokowi sempat menyinggung pihak-pihak yang datang ramai-ramai di awal kemudian pergi ramai-ramai di akhir. Namun dia tidak merinci siapa pihak-pihak yang dimaksud.

Curhatan Jokowi tersebut dianggap sebagai buntut adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60 soal ambang batas pencalonan dan 70 soal batas usia calon kepala daerah. Putusan tersebut membuat putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, tidak bisa mencalonkan diri di Pilkada 2024 lantaran tidak memenuhi syarat minimum usia.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia membantah bahwa curhatan Jokowi tersebut berkaitan dengan putusan MK. Menurutnya, Jokowi hanya mengingatkan kepada semua untuk menjaga kebersamaan dan soliditas berbagai elemen bangsa.

“Saya enggak ada ya, saya enggak menangkap ada kaitannya dengan (putusan MK) itu ya,” kata Doli kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 26/8/2024.

“Kesan saya apa yang disampaikan oleh Pak Jokowi itu supaya kita tetap menjaga selalu kebersamaan, soliditas sebagai sebuah bangsa, jangan ada yang merasa ditinggalkan, jangan merasa ada disakiti,” imbuhnya.

Doli mengungkapkan, pada Pemilihan presiden (Pilpres) 2024 lalu memang ada perbedaan pandangan politik antara Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai pengusung utama Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan Koalisi Perubahan, pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan PDIP sebagai pengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Namun, kata Doli, perbedaan selama pilpres itu merupakan masa lalu yang seharusnya ditinggalkan untuk kemudian merajut persatuan, saling bahu membahu membangun Indonesia. Hal itu, menurut Doli, sebagaimana yang diinginkan oleh Jokowi dalam curhatannya.

“Walau kita dalam kontestasi itu beda pilihan tapi begitu selesai sudah terpilih presiden dan wakil presiden yang baru, kemudian kita sudah kita ketahui hasil pilegnya, kursi-kursinya sekian. Itu kan memang konsensus kita jalankan sebagai negara demokrasi,” ujarnya.

“Tapi tujuan utamanya adalah bagaimana kita semua akhirnya bahu membahu, kerja sama, bersinergi untuk bangun bangsa ke depan. Jadi tidak ada yang ditinggalkan, kemudian tidak ada yang tersakiti,” tambahnya.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi mengungkapkan rasa salutnya kepada NasDem yang telah menyatakan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.

Jokowi juga menyindir pihak-pihak yang datang ramai-ramai di awal kemudian pergi ramai-ramai di akhir. Pernyataan itu belum diketahui ditujukan kepada siapa, sebab Jokowi tidak merinci siapa yang dimaksud.

“Biasanya datang itu ramai-ramai, terakhir begitu mau pergi, ditinggal ramai-ramai. Tapi saya yakin itu tidak dengan Bapak Surya Paloh, tidak dengan Bang Surya, dan tidak juga dengan NasDem,” kata Jokowi dalam pidatonya saat pembukaan Kongres III Partai NasDem.

Jokowi mengungkapkan bahwa Surya Paloh, Ketua Umum NasDem, menjadi sosok yang paling sering menemuinya untuk berdiskusi.

Kendati berbeda pilihan di Pilpres 2024, namun hubungan dengan Paloh tetap baik-baik saja, karena menurutnya perbedaan pilihan merupakan hal yang baik dalam dunia demokrasi.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora mengenai Undang-Undang Pilkada khususnya mengenai ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusannya, Selasa, 20/8.

Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

MK menyatakan, partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan pasangan calon selama memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan, yakni memenuhi ambang batas sebesar 7,5 hingga 10 persen suara sah bergantung dengan jumlah pemilih tetap di masing-masing wilayah.

Selain itu, Putusan MK juga mengembalikan syarat usia calon kepala daerah dari yang semula berusia 30 tahun setelah dilantik menjadi berusia minimal 30 saat ditetapkan sebagai calon.*

Laporan M. Hafid