Amnesty Sebut Aparat Brutal saat Amankan Aksi Demo di DPR

FORUM KEADILAN – Amnesty International Indonesia (AII) mengatakan bahwa aparat kepolisian menggunakan kekuatan berlebih dan cenderung brutal ketika mengamankan aksi demonstrasi warga yang menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada di DPR RI, Kamis, 22/8/2024.
Amnesty membuat kesimpulan setelah melakukan pemantauan di sejumlah daerah termasuk Jakarta.
“Satu kata, brutal. Pengamanan yang semula kondusif, berujung brutal. Dan fatalnya, ini bukan pertama kali,” kata Direktur Eksekutif AII Usman Hamid dikutip dari laman AII, Jumat, 23/8/2024.
“Aparat yang brutal tersebut seolah tidak mau belajar dari sejarah bahwa penggunaan kekuatan eksesif telah merenggut hak asasi manusia, dari hak untuk berkumpul damai hingga hak untuk hidup, tidak disiksa dan diperlakukan tidak manusiawi,” sambungnya.
Usman juga menegaskan para demonstran bukan kriminal, namun hanya warga yang ingin mengkritik pejabat dan lembaga negara. Bahkan, ia menyebut jika melanggar hukum pun tidak boleh diperlakukan dengan tindakan brutal.
“Sejak pagi, Amnesty memantau langsung jalannya protes. Di petang hari, ada banyak yang ditangkap dan diperlakukan dengan cara-cara yang tidak mencerminkan penegak hukum yang profesional,” ujarnya.
Usman juga menyinggung tindakan brutal merespons perusakan atau perobohan pagar Gedung DPR dan menjelaskan bahwa kekuatan hanya dapat dipakai ketika Polisi bertindak untuk melindungi atau menyelamatkan jiwa, baik jiwa peserta aksi maupun petugas.
Kekerasan di lapangan, kata Usman, yang dilakukan oleh aparat sangat tidak perlu dan tidak ada jiwa yang terancam.
Kondisi ini membuat pernyataan Kapolri mengenai janji bersikap profesional dan menjadi pengayom menjadi tidak terbukti.
“Perilaku aparat yang brutal adalah bukti gagalnya mereka menyadari bahwa siapapun berhak untuk memprotes melalui unjuk rasa, berhak untuk menggugat, tidak setuju atau beroposisi. Dan semua ini dilindungi oleh hukum nasional maupun internasional,” tuturnya.
“Penggunaan kekuatan yang eksesif seperti kekerasan, peluru karet, gas air mata, kanon air atau water cannon maupun tongkat pemukul, tidak diperlukan sepanjang tidak ada ancaman nyata. Itu harus dipertanggungjawabkan,” sambungnya.
Ia meminta kepada pemerintah untuk dapat mengusut dan menindak semua pelaku kebrutalan sampai tuntas. Usman berharap agar tidak ada lagi korban jatuh ketika menggunakan haknya berdemonstrasi.
Usman juga meminta kepada Presiden dan DPR RI belajar menghormati hak warga negara untuk dapat dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Karena, hal itu adalah penyebab utama mengapa mahasiswa dan masyarakat terpaksa turun ke jalan.
Presiden dan DPR juga harus belajar menghormati kemerdekaan setiap orang untuk dapat menyampaikan pendapat, termasuk yang antipemerintah sekali pun.
“Sudah saatnya Indonesia meninggalkan perilaku kekerasan yang tidak perlu, menghentikan rantai impunitas dengan memproses hukum aparat keamanan yang terlibat secara terbuka, independen dan seadil-adilnya,” tegasnya.
Sebelumnya, Amnesty memantau langsung aksi protes yang mengusung tema #peringatandarurat di beberapa kota di Indonesia pada Kamis, 22/8/2024, termasuk di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Makassar.
Berdasarkan pemantauan tim lapangan Amnesty , aksi ini ditanggapi oleh sejumlah aparat dengan menggunakan kekuatan yang berlebihan.
Sebagai informasi, di Jakarta banyak orang yang ditangkap dan hingga sore setidaknya belasan orang yang ditangkap. Jumlah mereka terus bertambah.
Mereka yang ditangkap termasuk staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta beserta Direktur Lokataru.
Mereka menjadi korban luka dan sembilan orang lainnya juga menjadi korban kekerasan polisi, termasuk mahasiswa dari Universitas Paramadina dan UHAMKA.
Tujuh jurnalis dari berbagai media (termasuk di antaranya Tempo, IDN Times dan MaknaTalks) diduga juga mengalami tindakan represif polisi.
Di Bandung, polisi tertangkap video mengejar dan memukul pengunjuk rasa dengan tongkat dan menginjaknya.
Di sisi lain, di Semarang, setidaknya 15 mahasiswa dari berbagai kampus (Undip, Unnes, UIN, Walisongo) dirawat di RS Roemani akibat dari tembakan gas air mata oleh polisi. Mereka juga mengalami gejala seperti sesak napas, mual, mata perih, dan beberapa bahkan pingsan.
Politikus PDIP, Adian Napitupulu mengungkapkan ada ratusan orang yang ditangkap dalam aksi demo menolak revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR, Kamis, 22/8/2024.
“Di sini (Polda Metro Jaya) kalau tidak salah berapa tadi 36, 36 di sini. Kalau tidak salah di Jakarta Barat 52, kemudian di Jakarta Pusat 23,” ujar Adian di Polda Metro Jaya, Kamis, 22/8/2024.
Ia juga mengaku sempat mengecek kondisi para pendemo yang ditangkap. Adian mengatakan bahwa para pendemo mengalami sejumlah luka.
“Bibir pecah, yang ketemu dari DPR hidungnya patah. Saya sampaikan pada penyidik-penyidiknya, saya tidak mau mendengar ada cerita kekerasan dalam proses pemeriksaan di setiap tahap disini,” jelasnya.
Terdapat puluhan pengacara, lanjut Adian, dari berbagai elemen yang dikerahkan untuk membantu proses hukum para pendemo tersebut.
“Ada 20 orang tadi ketemu di dalam lawyer-nya,” katanya.
Diketahui sebelumnya, Polda Metro Jaya sempat mengklaim bahwa tidak ada demonstran yang ditangkap ketika aksi unjuk rasa menolak Revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR.
“Ada 20 orang tadi ketemu di dalam lawyer-nya,” ujarnya.
Namun, Ade Ary menyampaikan bahwa pihaknya masih akan mencari informasi lebih lanjut mengenai kabar penangkapan terhadap pendemo.
“Kami pastikan lagi, kami belum dapat informasi tersebut,” tandasnya.*