GM Produksi PT Timah Dicecar, Ngaku Tak Tahu Ada Pengumpulan CSR

FORUM KEADILAN – General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung periode 2016-2020 dan Januari 2022-Juni 2023 Ahmad Syahmadi dicecar Majelis Hakim mengenai pengumpulan Corporate Social Responsibility (CSR) dari smelter swasta.
Ahmad mengaku tak mengetahui adanya pengumpulan uang pengamanan tersebut. Diketahui, CSR itu dikumpulkan mulai dari USD 500 hingga USD 750 untuk setiap ton bijih timah.
Uang tersebut dikumpulkan dalam bentuk seolah-olah CSR PT Refined Bangka Tin yang dikelola oleh terdakwa Harvey Moeis.
PT Timah sempat meminta agar para perusahaan swasta menyetor lima persen dari kuota ekspor hasil pengolahan bijih timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
“Tidak tahu, Yang Mulia. Tidak ada di bahas di grup WhatsApp itu (New Smelter),” kata Ahmad di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat (Jakpus), Kamis, 22/8/2024.
Pengumpulan dana CSR itu, kata Ahmad, belakangan baru diketahuinya dari pemberitaan media.
“Tahu belakangan dari media massa, Yang Mulia,” lanjutnya.
Tak sampai di situ, Majelis Hakim juga menanyakan mengenai alasan penyewaan smelter oleh PT Timah. Padahal, PT Timah merupakan perusahaan negara yang besar, seharusnya memiliki smelter yang cukup untuk pengolahan bijih timah.
“PT Timah punya smelter, kenapa menyewa, alasannya persis tidak tahu. Tapi, pernah mendengar, jika tidak segera menyewa maka bijih timah yang sudah masuk tidak diubah menjadi logam maka terjadi cashflow,” jelasnya.
Dalam fakta persidangan, Ahmad mengungkap, adanya grup WhatsApp bernama “New Smelter’ untuk memudahkan PT Timah berkoordinasi mengenai peningkatan bijih bersama smelter swasta serta afiliasinya.
Di grup tersebut, Harvey tergolong aktif menginformasikan mengenai pengiriman bijih timah dari PT RBT ke PT Timah.
“Harvey relatif aktif di grup WA itu. Dia aktif, misal memberikan informasi bahwa ini bijih timah sudah masuk ya pak,” jelasnya.
Ahmad menyebut, belakangan anggota grup tersebut telah membubarkan diri sejak kasus korupsi tersebut terendus.*
Laporan Merinda Faradianti