Butet Bandingkan Soeharto dengan Jokowi: Soeharto Tak Sejahat Ini

FORUM KEADILAN – Budayawan Butet Kartaredjasa mengkritik keras sikap politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ia nilai menghalalkan segala cara demi meloloskan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi, di Pilkada 2024.
Diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar Rapat Panitia Kerja (Panja) untuk merevisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada, Rabu, 21/8/2024 kemarin. Dalam Panja, Baleg DPR RI merevisi RUU Pilkada dengan menganulir sebagian dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 20/8.
Hal itu lantas menuai berbagai kecaman, mulai dari publik, figur publik, akademisi hingga budayawan. Butet menyebut fenomena ini sebagai sinting dan brutal.
“Ini fenomena sinting, gila dan brutal,” kata Butet kepada Forum Keadilan, Kamis, 22/8.
Butet juga menganggap demokrasi sedang ‘dirajam’ oleh Jokowi dan koalisinya yang ia juluki ‘Koalisi Indonesia Mundur’.
“Demokrasi benar benar dirajam,” ucap dia.
“Siapa yang merajam? Presiden Jokowi dan sekokolnya termasuk partai partai Koalisi Indonesia Mundur,” tegas dia.
Butet menilai langkah DPR yang mengabaikan putusan MK adalah kejahatan konstitusi yang bisa memancing kemarahan rakyat dan mempercepat proses revolusi.
“Karena ini benar-benar kejahatan konstitusi dan negara, orang awam saja tahu skenario jahat ini,” kata dia.
Butet lantas membandingkan Jokowi dengan Presiden ke-2 RI Soeharto, yang menurutnya tidak pernah memaksakan anaknya menjadi kepala daerah atau merusak konstitusi.
Bahkan, kata Butet, Soeharto mengharamkan perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 45 dan hukum.
“Soeharto tak sejahat ini. Soeharto tidak pernah memaksakan anak sebagai kepala daerah. Soeharto tak pernah memaksakan hukum dan Undang-Undang,” katanya.
Menurut Butet, DPR dan pemerintah eksekutif kelewat batas, sehingga memancing kemarahan rakyat yang merasa dibohongi.
“Mungkin ini (memancing) kemarahan rakyat bukan hanya PDIP, karena rakyat dikibuli habis-habisan. Ini akan mempercepat proses revolusi. Lebih berbahaya ini, risiko kejahatan pemerintah,” kata dia.
Sebagai mantan pendukung Jokowi pada Pilpres 2014 serta 2019, Butet mengaku kecewa dan menyayangkan Jokowi yang kini ia nilai telah kebablasan dalam politik.
“Saya mengingatkan tapi tidak digubris, akademisi, penjaga moral, tidak digubris. Jika rakyat marah maka alam juga marah,” katanya.
“Sekarang ini hukum, DPR, semua tersandera dan sedang dipermainkan, ini kejahatan demokrasi, penipuan kolektif. Permainan ini sangat berbahaya. Kita boleh bermain politik secara indah tidak boleh bermain politik dengan kejahatan. Ini tanpa moral,” katanya lagi.
Butet menegaskan bahwa jika politik dijalankan dengan cara-cara yang tidak bermoral, ia siap melawan Jokowi.
“Saya berharap rakyat marah, orang yang waras akal sehat harap marah. Saya garda terdepan pembela Jokowi tapi kalau kebablasan, lawan!” pungkasnya.
MK vs DPR
Sebelumnya, MK telah mengeluarkan dua putusan terkait Undang-Undang Pilkada pada Selasa, 20/8.
Melalui putusan tersebut, MK memutuskan bahwa partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu dapat mengajukan calon kepala daerah meskipun tidak memiliki kursi di DPRD, dan syarat usia calon gubernur harus berumur 30 tahun pada saat penetapan calon.
Kemudian, esok harinya, Rabu, 21/8, Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar Rapat Panitia Kerja (Panja) untuk merevisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada.
Dalam Panja, Baleg DPR RI merevisi RUU Pilkada dengan menganulir sebagian dari putusan MK. Berikut pasal yang disepakati dalam rapat Baleg DPR:
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
(2) Partai Politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan wakil gubernur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.
Selain itu, Baleg DPR dalam Panja tersebut juga memutuskan mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA) terkait batas minimum usia calon kepala daerah, yang mana ditetapkan pada saat pelantikan.
Adapun RUU Pilkada awalnya akan disahkan menjadi UU hari ini, Kamis, 22/8, namun ditunda karena kuota forum (kuorum) tidak terpenuhi.*
Laporan Reynaldi Adi Surya