Baleg Bantah Pembahasan RUU Pilkada Dibahas Secara Tergesa-gesa

FORUM KEADILAN – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat kerja dengan pemerintah untuk merevisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada.
Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi atau Awiek yang memimpin jalannya rapat membantah bahwa rapat kali ini dilakukan secara mendadak usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengurangi ambang batas syarat pencalonan di pilkada.
“Jadi perlu kami jelaskan bahwa RUU ini merupakan usulan usul inisiatif DPR, jadi waktu itu dimulai pada tanggal 23 bulan Oktober tahun 2023 Jadi bukan baru kemarin,” kata Awiek dalam rapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, 21/8/2024.
Awiek menyebutkan bahwa RUU Pilkada merupakan usulan inisiatif DPR yang disahkan dalam sidang Paripurna pada 21 November 2023.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga menjelaskan bahwa rapat RUU Pilkada baru bisa dilaksanakan kali ini karena terdapat beberapa kendala, antara lain karena ada pelaksanaan Pemilu 2024.
“Tetapi karena kita menghadapi pemilu, tahu sama tahu semua sibuk kemudian sempat tertunda dan semakin tertunda karena waktu itu ada putusan Mahkamah Konstitusi mengenai penjadwalan pilkada yang tidak bisa ditunda lagi waktu itu sempat ada MK memutuskan tidak ada perubahan jadwal pilkada,” ujarnya.
Awiek mengatakan, pihaknya sudah sejak lama menerima Surat Perintah Presiden (Supres) untuk membahas RUU Pilkada. Kemudian, dia juga mengakui bahwa mendapat perintah dari DPR untuk segera membahas RUU Pilkada.
“Kemarin kita mendapatkan penugasan dari pimpinan DPR untuk melaksanakan pembahasan RUU, pembahasan tingkat 1 jadi ini bukan RUU yang baru diusulkan tapi merupakan kelanjutan dari usul inisiatif DPR yang tertunda,” tandasnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora mengenai Undang-Undang (UU) Pilkada, khususnya mengenai ambang batas syarat pencalonan kepala daerah. Putusan tersebut dibacakan pada Selasa, 20/8 siang.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusannya.
Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
MK menyatakan, partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan pasangan calon selama memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan.
Adapun persyaratannya sebagai berikut (untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur):
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.
Untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota, yakni:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut.
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut.
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut.
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.*
Laporan M. Hafid