MK Hapus Larangan Kampanye Pilkada di Kampus

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 20/8/2024.
Para Pemohon menguji konstitusionalitas norma Pasal 69 huruf i Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU Pilkada.
Pasal tersebut berisi larangan penggunaan tempat ibadah dan tempat pendidikan dalam kampanye pemilihan kepala daerah. Para Pemohon meminta kepada MK agar frasa “tempat pendidikan” dinyatakan inkonstitusional.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan frasa “tempat pendidikan” dalam Pasal 69 huruf i UU Nomor 1 Tahun 2015 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
MK menyatakan bahwa larangan pilkada di perguruan tinggi dikecualikan selama mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi atau sebutan lain dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
Mahkamah beralasan bawah pengecualian larangan kampanye di kampus dapat memberikan kesempatan kepada civitas academica untuk menjadi salah satu lokomotif penyelenggaraan kampanye pemilihan umum untuk mendalami visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan oleh masing-masing calon.
“Selain tempat berkumpulnya sebagian dari pemilih pemula dan pemilih kritis, mengecualikan larangan kampanye di perguruan tinggi yang berarti membuka kesempatan dilakukannya kampanye dialogis secara lebih konstruktif yang pada akhirnya akan bermuara pada kematangan berpolitik bagi masyarakat,” kata Hakim Konstitusi Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan hukum.
Sebelumnya, MK melalui Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023 juga telah mengecualikan larangan kampanye pendidikan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Melalui putusan tersebut, kampanye di tempat pendidikan dapat dikecualikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
Di samping itu, MK juga telah menegaskan bahwa tidak ada lagi perbedaan antara rezim pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Oleh karena itu, MK tidak memiliki keraguan untuk menerapkan hal yang sama dalam UU Pilkada.*