Belajar dari Cut Intan Nabila, Peneliti TII: Pentingnya Miliki Keberanian Laporkan KDRT

FORUM KEADILAN – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami selebgram Cut Intan Nabila oleh suaminya, Armor Toreador (AT), memicu amarah publik.
Peneliti sosiologi di The Indonesian Institute (TII) Dewi Rahmawati menyebut bahwa kejadian KDRT tersebut memprihatinkan bagi kaum perempuan. Menurutnya, penanganan KDRT terhadap perempuan masih merupakan pekerjaan rumah bagi semua pihak.
“Kasus kekerasan terhadap perempuan terutama dalam lingkup rumah tangga masih menjadi pekerjaan rumah untuk semua pihak. Hal ini disebabkan masih banyaknya pasangan perkawinan yang cenderung tidak melaporkan atas kekerasan yang dialaminya,” kata Dewi kepada Forum Keadilan, Rabu, 14/8/2024.
Dewi juga mengatakan, banyak korban tidak melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya karena alasan bertahan demi anak-anak mereka. Padahal, lanjut Dewi, dampak KDRT dirasakan oleh semua orang di rumah tersebut, termasuk anak-anak.
“Kasus yang terjadi di Bogor memberi pelajaran pentingnya perempuan memiliki kesadaran dan keberanian untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib jika mengalami KDRT dengan bukti yang kuat,” kata dia.
“Status korban sebagai selebgram diakui ikut mendorong viralnya kasus ini, tapi ini belum tentu dialami oleh korban KDRT lain yang tak berdaya,” tambahnya.
Dalam Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2023, terdapat 339.782 kasus kekerasan berbasis gender (KBG). Kekerasan di ranah personal mendominasi pelaporan KBG, yaitu 99 persen atau 336.804 kasus. Pada pengaduan Komnas Perempuan, kasus di ranah personal mencapai 61 persen atau 2.098 kasus.
Secara spesifik, kekerasan terhadap istri (KTI) tercatat 622 kasus atau 30 persen dari kasus kekerasan dalam pacaran (KDP). Namun, data yang tidak dilaporkan kemungkinan lebih besar daripada angka yang tercatat.
“Oleh sebab itu, menjadi pekerjaan rumah semua pihak dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap pentingnya penegakan hukum untuk mencegah dan melindungi perempuan dari tindak kekerasan,” papar Dewi.
Lebih lanjut, peneliti muda itu mengapresiasi langkah polisi yang cepat menangkap pelaku AT.
“Tindak lanjut polisi dalam menangkap pelaku juga patut diapresiasi sebagai langkah sigap yang dilandasi bukti yang kuat. Di sisi lain, patut diakui tidak mudahnya kasus seperti KDRT dilaporkan karena dianggap sebagai aib yang memalukan keluarga dan merupakan masalah pribadi,” papar dewi.
Dewi berpesan agar masyarakat memanfaatkan posko aduan atau kanal lain untuk melaporkan kasus KDRT. Ini juga sebagai bagian dari pemberdayaan dalam literasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia.*
Laporan Reynaldi Adi Surya