Selasa, 15 Juli 2025
Menu

Pengamat Nilai Konflik PBNU vs PKB Dilatarbelakangi Dendam Lama

Redaksi
Pengamat Politik Ujang Komarudin di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin, 12/8/2024 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Pengamat Politik Ujang Komarudin di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin, 12/8/2024 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pengamat Politik dari Universitas AL-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai konflik antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dilatarbelakangi oleh dendam lama kubu Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur kepada pihak Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atas kekalahan dalam kontestasi di masa lalu.

Menurut Ujang, apa yang dilakukan oleh PBNU saat ini merupakan upaya untuk merebut kembali PKB dari tangan Cak Imin.

“Ini kan sebenarnya konflik lama antara Gus Dur dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Sebagaimana diketahui, Cak Imin menang di pengadilan. Jadi secara konstitusional Cak Imin pengendali sah PKB. Tetapi kubu Gus Dur ini kecewa, maka ketika mereka dapat kewenangan besar di PBNU di situ lah ia menggoyang,” kata Ujang di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin, 12/8/2024.

Adapun kubu Gus Dur yang dimaksud Ujang ialah anak ke-2 Gus Dur, Yenny Wahid, dan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).

“Saya lihat kubu Gus Dur ini ada dua, satu Yenny Wahid, dua Gus Yahya. Yenny Wahid ingin juga ambil PKB, tapi persoalanya dia kan kalah. Tak mungkin juga dia ambil PKB. Kedua Gus Yahya, yang dulu sempat menjadi Wakil Sekjen di era Gus Dur,” ujarnya.

Ujang menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh para elite PBNU tersebut. Menurut Ujang, tidak selayaknya organisasi masyarakat (ormas) dijadikan alat untuk melakukan manuver politik.

“Yang problematik ia menggunakan PBNU untuk merusak PKB, karena ada unsur politis dan unsur kekalahan di masa lalu maka PBNU digunakan alat untuk mengintervensi partai politik. Ini harus kita luruskan,” kata dia.

“Dulu 10 tahun di bawah kepemimpinan Said Aqil Siradj tidak ada masalah itu antara PBNU dan PKB. Baru sekarang-sekarang saja kan. Dulu malah selalu selaras dan bersatu perihal dukungan calon di pilpres maupun pileg,” lanjutnya.

Menurut Ujang, ormas dan partai politik merupakan entitas yang berbeda, serta memiliki perannya masing-masing. Oleh sebab itu, ia menilai, PBNU selaku ormas sudah mengambil langkah terlalu jauh dan tidak proporsional.

“Ini entitas yang berbeda, PBNU dengan kewenangannya silakan menjaga umat dan menjaga bangsa. Lalu partai politik fungsinya mendistribusikan kekuasaan, memenangkan pemilu dan pilkada. Jadi Ini peran dan fungsinya berbeda. Tetapi ketika sudah ada cawe-cawe dengan membuat tim lima, pansus dan lainnya itu PBNU sudah salah kaprah dalam implementasi Undang-Undang ormas dan Undang-Undang partai politik,” tegasnya.

Ujang mengimbau kepada PBNU agar kembali ke visi awal, yaitu memberi pencerahan kepada masyarakat. Apalagi, menurutnya, PBNU merupakan wadah bagi ulama-ulama hebat.

“Kita objektif saja, kekeliruan ini jangan dilanjutkan. PBNU wadah ulama-ulama hebat dan ormas terbesar di Indonesia, harusnya perilakunya mencerminkan sesuatu yang mencerahkan. Tapi kalau berperilaku di luar kewenangannya, seperti mengintervensi ini akan menjadi sesuatu yang negatif di hadapan publik,” tuturnya.*

Laporan Muhammad Reza