Selasa, 15 Juli 2025
Menu

Pakar Prediksi 6 Model Kecurangan di Pilkada 2024

Redaksi
Diskusi 'Kecurangan Pilkada 2024' di Kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan, Selasa, 13/8/2024 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Diskusi 'Kecurangan Pilkada 2024' di Kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan, Selasa, 13/8/2024 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pakar Hukum Tata Negara Themis Indonesia Law Firm Feri Amsari memprediksi bakal ada enam model kecurangan yang terjadi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 mendatang.

Model kecurangan pertama, menurut Feri, adalah bakal ada rekayasa calon tunggal, namun dengan memberikan mahar politik pada seluruh partai, sehingga bisa menguasai setiap parpol yang memiliki sudut pandang berbeda.

“Sehingga tidak ada perahu yang tersisa,” katanya dalam diskusi ‘Kecurangan Pilkada 2024′ di Kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan, Selasa, 13/8/2024.

Melalui hal tersebut, kata Feri, calon tunggal akan melawan kotak kosong dan bisa menang dengan mudah.

Sedangkan, model kecurangan kedua adalah dengan memanipulasi aturan main. Feri menuturkan, kecurangan ini telah dilakukan pada Pemilihan Presiden (Pilres) 2024 lalu.

Contohnya, pencalonan anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming, yang lolos sebagai calon wakil presiden dengan adanya pengesahan perubahan aturan minimal usia calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Sekarang kita ketahui juga ada keputusan di Mahkamah Agung yang membuka jalan bagi calon yang berusia belum sampai 30 tahun untuk bisa bertarung. Di mana-mana syarat untuk masuk sesuatu, mesti memenuhi syarat usia dulu,” ujarnya.

Feri menilai, upaya perubahan tersebut bukan hanya untuk menyelamatkan publik dari calon tunggal yang melawan kotak kosong.

“Bagi saya itu rekayasa melalui putusan peradilan. Sebab sebenarnya Mahkamah punya kesempatan untuk mengubah situasi. Bagaimana caranya harusnya Mahkamah mengubah aturan main dengan lebih baik dan konstitusional? Pastikan tidak boleh jual-beli perahu dan borong perahu,”jelasnya.

Kemudian, model ketiga, berkaitan dengan kecurangan ‘Gentong Babi’. Maksudnya, jelas Feri, mengarah kepada pemanfaatan dana anggaran negara oleh petahana dalam melakukan kampanye.

Seperti dugaan peristiwa janggal adanya kasus kehilangan bansos di rumah dinas Wali Kota Medan Bobby Nasution, yang akan mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatra Utara.

Feri mengungkapkan bahwa hingga kini belum ditemukan pelaku atau rekaman CCTV dari rumah dinas.

Menurut Feri, ada dua konsekuensi dari hilangnya bansos tersebut: pertama, pelaku harus ditangkap, tetapi tampaknya mustahil karena setiap kasus penting selalu ada kerusakan pada CCTV.

“Kedua, akan ada (anggaran) bansos lain untuk menutup bansos tersebut, sehingga ada 2 bansos di tempat yang sama menjelang pilkada,” terangnya.

Lalu, model kecurangan keempat berkaitan dengan pengarahan (netralitas) ASN atau Aparat, karena ASN dinilai sebagai target menguntungkan dalam jumlah yang banyak.

“Sekarang di beberapa daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Kapoldanya diganti agar kemudian bisa dikaitkan dengan kepentingan pilkada. ASN yang tertinggi itu ada di jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) kalau di daerah. Beberapa daerah ada mutasi, pergeseran, dan segala macam,” tegasnya.

Sedangkan, model kelima adalah kecurangan dengan menyusupi kepentingan politik pada penyelenggaraan pilkada. Contohnya, seperti yang terjadi dalam kasus asusila yang menjerat mantan Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan mendapatkan dukungan dari para Kepala KPU di daerah.

Sementara model kecurangan keenam soal pengadilan yang tidak netral. Hal tersebut, kata Feri, tercermin dari peristiwa majunya anak dan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep dan Bobby di Pilkada 2024.

“Bagaimana kalau Kaesang dan Bobby memang betul-betul jadi maju? Siapa yang akan mengadili perkara perselisihan hasil pemilu kepala daerah di Mahkamah Konstitusi? Apakah Paman harus mundur lagi? Atau mungkin akan ada langkah-langkah lain yang lebih bijaksana?”pungkasnya.*

Laporan Novia Suhari