Jumat, 18 Juli 2025
Menu

Calon Tunggal Pilkada 2024 Otoritarianisme Berjubah Demokrasi

Redaksi
Ilustrasi Pemilu | Ist
Ilustrasi Pemilu | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Fenomena calon tunggal dalam Pilkada 2024 serentak kian menguat setelah Koalisi Indonesia Maju (KIM) berencana melanjutkan kerja sama politik dalam pilkada. Constitutional Democracy Initiative (CONSID) menilai hal ini bakal membungkam demokrasi di Indonesia.

Ketua CONSID, Kholil Pasaribu menilai tidak ada masalah dalam kerja sama politik yang dilakukan KIM. Namun, kata dia, memaksakan satu pasangan dalam pilkada menunjukkan cara berpolitik yang tidak sehat dan akan memunculkan bibit tirani mayoritas.

“Para elite parpol tidak lagi memedulikan apakah cara yang dilakukan itu rasional atau tidak. Menguntungkan bagi kehidupan politik dan demokrasi yang sehat atau sebaliknya,” katanya dalam keterangan tertulis, Minggu, 11/8/24.

Ia menyangkan, beberapa partai di luar KIM turut memberi sinyal kuat untuk bergabung dalam koalisi besar. Menurutnya, hal ini akan berpotensi besar terbentuknya calon tunggal dalam suatu daerah.

Berdasarkan data CONSID, tren kenaikan calon tunggal terus meningkat semenjak Pilkada Tahun 2015. Pada tahun 2015, setidaknya terdapat 3 calon tunggal, Pilkada 2017 ada 9 calon, Pilkada 2016 terdapat 16 calon dan Pilkada 2020 terdapat 25 calon.

Dari 53 kasus calon tunggal yang berkontestasi dalam pilkada, hanya ada 1 calon yang pernah mengalami kekalahan.

“Artinya peluang kemenangan calon tunggal di Pilkada sangat tinggi, mencapai 98,11 persen. Ternyata ini jauh lebih menggiurkan bagi parpol ketimbang mengusung paslon yang hasil survei elektabilitasnya bahkan di atas 60 persen sekalipun,” tuturnya.

Ia menegaskan bahwa realitas politik ini tidak bisa dianggap normal dalam demokrasi, melainkan sebagai alarm yang harus diwaspadai. Ia meminta agar parpol berpikir ulang untuk mengambil langkah politik yang menghargai masyarakat.

Selain itu, ia pun juga meminta pada masyarakat untuk melakukan perlawanan dengan menggunakan hak suaranya untuk memilih kotak kosong dalam surat suara.

Kholil mengatakan, calon tunggal pada akhirnya akan membungkam demokrasi secara perlahan, dan selanjutnya akan tertanam benih-benih autokrasi.

“Jika ini tidak dilawan, tidak menutup kemungkinan otoritarianisme berjubah demokrasi akan tumbuh dalam lima tahun ke depan,” katanya.

Laporan Syahrul Baihaqi