FORUM KEADILAN – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan bahwa dirinya menyesali terkait serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu. Tetapi, dirinya tidak secara eksplisit tak menyatakan bertanggung jawab atas serangan itu.
Ketika Netanyahu ditanya apakah ia akan meminta maaf selama wawancara dengan majalah Time.
“Minta maaf? Tentu saja, tentu saja. Saya minta maaf, sangat, bahwa sesuatu seperti ini terjadi. Dan anda selalu melihat ke belakang dan berkata, ‘Bisakah kita melakukan hal-hal yang akan mencegahnya?’” ujarnya.
Netanyahu adalah Perdana Menteri (PM) Israel yang paling lama menjabat. Ia menjuluki dirinya sebagai pelindung setia keamanan Israel.
Netanyahu mengunggah di media sosial bahwa dinas intelijen sudah gagal mengantisipasi operasi Hamas dan memperingatkannya tidak lama usai serangan 7 Oktober.
Kemudian, ia menghapus dan meminta maaf atas postingan tersebut setelah banyak orang Israel menuduhnya mengalihkan kesalahan dan membahayakan persatuan nasional.
Pada 7 Oktober 2024, kelompok militan Hamas melakukan serangan paling mematikan dalam sejarah Israel. Sebanyak 1.198 orang tewas, sebagian besar adalah warga sipil.
Sebanyak 251 orang disandera, 111 di antaranya masih ditahan di Gaza, termasuk 39 yang menurut militer Israel telah tewas.
Kampanye militer balasan Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 39.677 orang, menurut Kementerian Kesehatan wilayah itu, tak ada rincian mengenai kematian warga sipil dan militan.
Ia menegaskan kembali mengenai tujuan Gaza adalah untuk melenyapkan Hamas sehingga tak menimbulkan ancaman apa pun di masa mendatang bagi Israel.
Ketika dirinya ditanya apakah bersedia menerima kesepakatan gencatan senjata yang akan membebaskan semua sandera, tetapi tidak mengakhiri kendali Hamas atas Jalur Gaza. Ia mengatakan bahwa tidak berpikir seperti itu.
“Tidak, saya tidak berpikir begitu,” jawabnya.
“Dan saya pikir ada konsensus luas di Israel bahwa jika kita melakukan itu, kita hanya akan mengalami pengulangan. Akan ada penyanderaan di masa mendatang, akan ada 7 Oktober mendatang, dan hal-hal yang lebih buruk lagi bisa saja terjadi.” tambahnya.
“Satu-satunya pilihan bagi Israel adalah mencapai kedua tujuan tersebut: Membebaskan semua sandera dan memenangkan perang.” katanya.
Kepada Majalah Times ia juga mengatakan ingin mengakhiri perang.
“Besok, jika saya bisa, tetapi Hamas harus kehilangan Gaza,” ucapnya.
Netanyahu menegaskan akan merebut Gaza karena itu adalah daerah kantong Hamas, daerah kantong teroris Iran, berjarak 40 mil dari Tel Aviv.
“Membiarkan mereka tetap di sana tidak hanya berarti mereka akan memiliki kemampuan untuk mengulangi kebiadaban 7 Oktober, tetapi juga akan melampaui itu,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh pekan lalu ketika berada di Iran. Walaupun pejabat Israel belum mengaku bertanggung jawab atas kejadian tersebut, Iran menyalahkan Israel atas pembunuhan itu dan juga berjanji untuk memberikan tanggapan.
“Saya telah mengatakan bahwa kami tidak akan mengomentari hal itu, dan saya belum mengubah pandangan saya,” imbuhnya.
Ia menolak klaim bahwa Israel meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut untuk menyabotase kesepakatan gencatan senjata.
Sangat penting, lanjut Netanyahu, untuk dapat menunjukkan kepada Iran bahwa Israel bukanlah domba.
“Kami dihadapkan dengan jerat kematian yang Iran coba pasang di leher kami, dan saya pikir pesan yang kami kirimkan, 360 derajat, adalah bahwa kami tidak akan menjadi domba yang digiring ke pembantaian. Israel bukanlah, bukanlah domba kurban bagi Iran atau bagi proksi mereka.” pungkasnya.*