Pemerintah Perbolehkan Wanita Korban Pemerkosaan-Wanita Hamil Lakukan Aborsi Bersyarat di PP Kesehatan

FORUM KEADILAN – Pemerintah memperbolehkan praktik aborsi secara bersyarat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang telah diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ada dua kondisi tertentu untuk melakukan aborsi, yaitu indikasi kedaruratan medis dan terhadap korban tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
Indikasi kedaruratan medis tersebut meliputi kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan/atau kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki, sehingga tidak memungkinkan di luar kandungan.
Di sisi lain, pada Pasal 118 PP28/2024 menyatakan kehamilan akibat pemerkosaan atau kekerasan seksual harus dibuktikan dengan:
a. surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan; dan
b. keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
Lalu, pada Pasal 122 menjelaskan aborsi haruslah mendapatkan persetujuan dari perempuan hamil yang bersangkutan dan persetujuan suami.
Pengecualian suami terhadap korban perkosaan dan kekerasan seksual lainnya yang menyebabkan kehamilan.
Dalam PP28/2024 itu memang tidak mengatur batas usia kehamilan yang diperbolehkan untuk melakukan aborsi. Tetapi, perihal itu diatur dalam PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Pengaturan soal aborsi diatur dalam Bab IV PP tersebut.
Pasal 31 ayat (2) menyatakan aborsi akibat pemerkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Bab XII Ketentuan Peralihan PP 28/2024 menyatakan ketika PP itu mulai berlaku, pengaturan mengenai usia kehamilan yang diperbolehkan untuk tindakan aborsi dilaksanakan berdasarkan Pasal 31/PP 61/2014.
Dalam ketentuan di PP 61/2014, aturan itu dicabut dan tidak berlaku lagi setelah PP28/2024 mulai berlaku hanya Pasal 31 PP 61/2014 yang tetap berlaku.
Ketentuan tersebut juga berlaku sampai dengan diterapkan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru.
Dikutip pada Pasal 119, pelaksanaan aborsi hanya dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut yang sumber daya kesehatannya sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan (Menkes).
Dalam proses pelayanan aborsi harus diberikan oleh tim pertimbangan dan dokter yang mempunyai kompetensi dan kewenangan. Dikutip dari Pasal 121 ayat 3, tim pertimbangan ini harus diketuai oleh Komite medik rumah sakit dengan anggota tenaga medis yang mempunyai kompetensi dan kewenangan.
Korban tindak pidana kekerasan seksual yang hendak melakukan aborsi harus mendapatkan pendampingan konseling. Dikutip dari Pasal 124 ayat 1, apabila selama pendampingan korban hendak berubah pikiran dan membatalkan aborsi berhak mendapatkan pendampingan hingga persalinan.
Anak yang dilahirkan berhak diasuh oleh ibu atau keluarganya, tetapi bila tidak mampu dapat diasuh oleh lembaga pengasuhan anak atau menjadi anak yang diasuh oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.*