FORUM KEADILAN – Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dipastikan tidak terlibat dalam mengadili perkara batas usia kepala daerah. Sejumlah pihak menilai keterlibatan Anwar dapat mengakibatkan konflik kepentingan saat memutus perkara.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang perbaikan pada Perkara 70, 71 dan 72/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 25/7/2024.
Saldi mengatakan bahwa Anwar Usman akan menggunakan hak ingkarnya dalam perkara tersebut.
Menurut Saldi, Anwar telah menyampaikan hak ingkarnya dalam memutus perkara batas usia kepala daerah pada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) tanpa ada permintaan dari pihak manapun. Oleh karena itu, ia perlu menyampaikan kepada semua pihak agar tidak menaruh rasa curiga.
“Ini perlu disampaikan ya kepada Pemohon Nomor 70, bahwa berkenaan dengan provisi yang berkait dengan hak ingkar tadi, RPH beberapa waktu lalu itu sudah mendengar langsung dari YML Anwar Usman,” kata Saldi.
MK saat ini tengah memeriksa perkara uji materi tentang syarat usia minimal kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf e Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Adapun perkara tersebut ialah perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh A Fahrur Rozi dan Antony Lee dan juga perkara Nomor 89/PUU-XXII/ 2024 yang diajukan oleh adik Almas Tsaqibbirru, Arkaan Wahyu Re A.
Pada sidang perbaikan, awalnya, Fahrur Rozi selaku Pemohon perkara Nomor 70 menyampaikan provisi kepada Mahkamah agar tidak menyertakan Anwar Usman dalam proses pemeriksaan dan pengambilan putusan.
Hal ini guna menghindari terjadinya konflik kepentingan di mana keponakan Anwar, Kaesang Pangarep, dikabarkan akan mencalonkan diri sebagai calon gubernur atau wakil gubernur pada Pilkada serentak 2024.
“Berdasarkan alasan-alasan di atas kami tegaskan, Pemohon mengajukan hak ingkar terhadap hakim konstitusi Anwar Usman dan meminta dengan hormat agar hakim konstitusi dengan kesadaran diri mengundurkan diri atau tidak diikutsertakan dalam proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan terhadap perkara a quo,” katanya.
Selain meminta Anwar untuk tidak terlibat, Fahrur juga meminta kepada Mahkamah untuk memutus secara cepat permohonan yang diajukan mengingat semakin dekatnya pelaksanaan pendaftaran calon.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024, pendaftaran pasangan calon kepala daerah dilaksanakan pada 27 – 29 Agustus 2024.
“Maka dari itu, penting bagi Mahkamah untuk menjadikan permohonan a quo sebagai perkara prioritas untuk diputuskan, setidaknya dapat diputus sebelum tanggal 27 Agustus 2024,” katanya.
Dalam petitumnya, mereka meminta agar MK mengembalikan tafsir syarat usia calon kepala daerah ditetapkan sejak KPU menetapkan pasangan calon. Juga meminta MK menyatakan Pasal tersebut bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat “sepanjang tidak dimaknai, berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon“.
Laporan Syahrul Baihaqi