Kamis, 24 Juli 2025
Menu

Desak RUU Penghapusan Diskriminasi, Masyarakat Sipil Minta Percepat Penanggulangan HIV/AIDS

Redaksi
Diskusi 'Urgensi RUU Penghapusan Diskriminasi sebagai Akselerasi dalam Penghapusan Perda Diskriminatif yang Menghambat Penanggulangan HIV AIDS di Indonesia' di Jakarta, Selasa, 23/7/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Diskusi 'Urgensi RUU Penghapusan Diskriminasi sebagai Akselerasi dalam Penghapusan Perda Diskriminatif yang Menghambat Penanggulangan HIV AIDS di Indonesia' di Jakarta, Selasa, 23/7/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Koalisi Nasional Kelompok Rentan Anti Diskriminasi mendesak agar pembentuk Undang-Undang mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi. Hal ini guna mempercepat penanggulangan HIV AIDS di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Gina Sabrina mengungkapkan, RUU ini diangkat dari berbagai permasalahan diskriminasi, tidak hanya kepada minoritas agama, seksualitas, gender dan juga orang dengan HIV.

“Upaya penanggulangan tindakan diskriminatif menemukan jalan berliku, misalnya dengan memanfaatkan kelompok rentan dalam kontestasi politik,” kata Gina dalam Diskusi Hukum dan HAM (DUHAM-39) di Jakarta, Selasa, 23/7/2024.

Dalam diskusi bertajuk ‘Urgensi RUU Penghapusan Diskriminasi sebagai Akselerasi dalam Penghapusan Perda Diskriminatif yang Menghambat Penanggulangan HIV AIDS di Indonesia’, koalisi banyak menyoroti dampak negatif dari Peraturan Daerah (Perda) yang diskriminatif.

Gina menilai, kebijakan diskriminatif tersebut dapat melanggengkan praktik pembatasan hak asasi manusia termasuk hak atas kesehatan.

“Pada sektor kesehatan, kebijakan diskriminatif yang lahir ini juga akan bertentangan dengan komitmen pemerintah dalam merespons HIV dan menghambat akses terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat, terutama populasi kunci,” katanya.

Meskipun keberadaan Perda merupakan bagian dari upaya otonomi daerah yang diberikan dari Pemerintah Pusat, Gina menyatakan bahwa kewenangan ini sering disalahartikan oleh Pemda dengan mengeluarkan peraturan-peraturan daerah yang bersifat diskriminatif.

“Adapun Perda terkait HIV sering kali tersembunyi di balik Perda Ketertiban Umum, Ketentraman dan Ketertiban Sosial, atau bahkan dalam peraturan yang bertujuan untuk penanggulangan HIV itu sendiri,” katanya.

Salah satu kebijakan diskriminatif yang disorotinya ialah Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual (P4S) dan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002 tentang Ketertiban Sosial di Kota Batam.

Ditemui seusai acara, Gina mengatakan, banyak kasus stigma dan diskriminasi yang terjadi di mana banyak dari mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum karena adanya penegakan hukum yang buruk.

Meskipun Gina mengakui proses pembahasan RUU Penghapusan Diskriminasi masih sangat minim, namun ia mengklaim bahwa koalisi sudah melakukan berbagai upaya mulai dari berdiskusi dengan Kementerian dan Lembaga terkait serta memperkenalkan RUU tersebut ke fraksi-fraksi yang ada di DPR.

Selain itu, Gina juga menyebut pembentuk Undang-Undang, baik pemerintah dan DPR menyambut baik usulan RUU dari masyarakat sipil, meskipun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) telah disusun.

“Responsnya mereka menyambut baik, tapi saat ini prolegnas sudah disusun jadi memang kita harus merangkak dan memperkenalkan banyak muatannya, mencocokan dengan berbagai program pemerintah khususnya di RPJMN, termasuk program prioritas pemerintah hari ini,” katanya.*

Laporan Syahrul Baihaqi