Bos PT NKLI Minta Perlindungan ke Kapolri: Anak Buah Bapak Rekayasa Kasus

FORUM KEADILAN – Pemilik PT NKLI A Hamid Ali (80) meminta perlindungan hukum kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, dan Kompolnas. Hamid bersama dua anaknya dan seorang menantunya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri berdasarkan Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka tertanggal 11 Juni 2024.
Alat bukti yang digunakan untuk menetapkan tersangka terhadap keluarga Hamid diduga mengandung keterangan palsu, berupa Laporan Keuangan KAP Umaryadi yang dibuat atas permintaan Dirut PT NKLI, Asnil, tanpa persetujuan RUPS, dan tidak sesuai dengan tata cara audit yang benar berdasarkan UU RI No. 5/2011 tentang Akuntan Publik.
“Izin KAP Umaryadi Jasa Akuntan Publik telah dicabut Kemenkeu RI, berdasarkan surat dengan pemberitahuan Nomor: PENG-6/MK.1/PPPK/2023 menunjukan KAP yang dipakai penyidik memang abal-abal. Informasi terkini Gedung KAP Umaryadi jadi tempat penyimpanan uang palsu sebesar Rp22 Miliar yang belum lama ini terbongkar” ujar Kuasa Hukum PT NKLI Sugeng Teguh Santoso, SH, dalam keterangan tertulis, Selasa, 23/7/2024.
Sugeng menjelaskan bahwa kasus yang dialami keluarga Hamid bermula pada Mei 2019, ketika Hamid dan putranya, RAG, diperkenalkan kepada Asnil dan Ferry Setiawan, yang mengaku berbisnis di bidang batu bara. Ferry juga mengklaim memiliki jaringan luas karena kedudukannya sebagai Bendahara Umum di salah satu ormas keagamaan.
“Ferry juga mengaku memiliki kedekatan hubungan dengan Ketua ormas keagamaan itu dan mantan Dirut PLN,” terangnya.
Sugeng melanjutkan, Hamid dan putranya merasa tergerak ketika Ferry Setiawan meminta dana sebesar Rp33,3 miliar untuk membeli 51% saham perusahaan tambang batubara PT BIC di Kalimantan Timur serta saham kosong di PT NKLI sebesar 30% untuk Ferry Setiawan dan 16% untuk Asnil.
“Usai uang senilai Rp33 Miliar dan saham 46% diterima, Ferry Setiawan dan kawan-kawan, ternyata pemilik 51% saham PT BIC tak menerima pernah menerima dana, meskipun terdapat Akta Risalah RUPS PT BIC No. 04, tanggal 16 Januari 2020,” tuturnya.
Berdasarkan peristiwa penipuan tersebut, Hamid dan keluarga, dengan bukti yang memadai, melaporkan pidana Ferry Setiawan, Asnil, dan kawan-kawan ke Bareskrim dengan Laporan Polisi No. LP/B/0175/III/2021/BARESKRIM tanggal 17 Maret 2021.
Sugeng menegaskan bahwa Akta Risalah RUPS PT BIC No. 04 tanggal 16 Januari 2020, yang digugat H. Ijab, telah dibatalkan berdasarkan Putusan Nomor 17/Pdt.G/2020/PN.Tgr tanggal 30 November 2020, dan memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht), sebagaimana Putusan Mahkamah Agung No. 1315 K/Pdt/2022 pada 12 Mei 2022.
“Sedangkan uang Hamid sebesar total Rp44 Miliar melayang tak kembali. Sementara itu 46% saham miliknya di PT NKLI terlanjur dilepas diserahkan kepada Ferry Setiawan dan kawan-kawan,” paparnya.
Menurut Sugeng, Asnil, sebagai Dirut PT NKLI, malah melaporkan pidana Hamid dan keluarganya dengan tuduhan penggelapan dalam jabatan, termasuk mobil Pajero yang dijual untuk kepentingan persero, dan menggunakan hasil audit laporan keuangan KAP Umaryadi yang diduga memuat keterangan palsu.
Hal ini tercantum dalam LP No. LP/B/0207/III/2021/BARESKRIM dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/629/VII/RES.1.11/2021/Dittipideksus tanggal 23 September 2021.
“Pihak keluarga A Hamid Ali dituduh menjual mobil Pajero Sport, aset perusahaan tanpa persetujuan Asnil selaku Dirut. Padahal, berdasarkan Skin-Forensic Audit yang dilakukan Independen Forensic Auditor Purwady Setiono (Ady Setio), SE, MM, Ak, CFA, CIA, CISA, CPM, penjualan mobil Pajero tersebut atas perintah Asnil selaku Dirut PT NKLI untuk menutupi kebutuhan operasional perusahaan,” terangnya.
Barang bukti berupa Laporan Keuangan KAP Umaryadi, yang diminta oleh Asnil, dibuat tanpa persetujuan RUPS dan tidak sesuai dengan tata cara audit yang benar berdasarkan UU RI No. 5/2011 tentang Akuntan Publik. Auditor tidak melakukan kunjungan ke kantor PT NKLI atau wawancara dengan pihak keluarga dan staf, serta tidak diberikan akses yang cukup oleh Ferry Setiawan dan Asnil terhadap data keuangan dan rekening bank perusahaan.
“Berdasarkan hasil restatement audit tahun 2020 No. 053/S.LL/MYA/VII/2024, laporan keuangan disajikan kembali dengan menggunakan dokumen dan data transaksi yang sesuai. Hal ini berbeda dengan data pada laporan keuangan yang disediakan oleh pelapor kepada KAP Umaryadi. Pada 29 Oktober 2023, KAP Umaryadi dicabut izinnya sebagai pemberi jasa Akuntan Publik oleh Kemenkeu RI dengan pemberitahuan nomor: PENG-6/MK.1/PPPK/2023,” ungkapnya.
Alih-alih melanjutkan Laporan Polisi No. LP/B/0175/III/2021/BARESKRIM dengan bukti yang memadai dan kerugian Rp44 miliar, Dittipideksus Bareskrim Polri malah menghentikannya.
Sebaliknya, laporan polisi Nomor: LP/B/0207/III/2021/BARESKRIM yang telah berhenti selama 3 tahun, malah menetapkan Hamid Ali, kedua putranya RAG, ZA, serta menantunya ET sebagai tersangka.
“Diduga ada faktor ;perdagangan pengaruh’ (Trading in Influence) dan/atau atensi Irjen (Pol) ADJ “ ujar Sugeng.
Sugeng juga mencatat bahwa Asnil dan Ferry Setiawan tidak pernah menyetor modal terkait dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 47 miliar. Tuduhan ini tidak mendasar, karena fundraising untuk modal kerja PT NKLI sepenuhnya dilakukan oleh Hamid dan keluarganya dengan menjaminkan harta, aset, dan rumah pribadi mereka.
Berdasarkan peristiwa hukum ini, Hamid dan keluarganya merasa diperlakukan tidak adil dan mengalami diskriminasi dalam penegakan hukum oleh Dittipideksus Bareskrim Polri. Oleh karena itu, Sugeng meminta agar Presiden Jokowi, Kapolri, dan Kompolnas turun tangan memberikan perlindungan hukum.
“Saya minta Kapolri dan Kadiv Propam Mabes Polri turun tangan memberi atensi pada kasus ini,” tandasnya
Diketahui, Ferry Setiawan, suami artis Eddies Adelia, adalah mantan narapidana dalam dua kasus pidana berbeda: korupsi dan penipuan. Pada tahun 2006, Ferry divonis 8 bulan penjara oleh PN Ciamis dalam kasus korupsi. Berdasarkan putusan Nomor 318/Pid.B/2014/PN.Jkt.Sel, Ferry divonis 5 tahun penjara pada 9 September 2014 di PN Jakarta Selatan dalam kasus penipuan dan/atau TPPU.*
Laporan Ari Kurniansyah