Selasa, 15 Juli 2025
Menu

Polisi Ungkap Peredaran Narkoba dan Obat Kuat Khusus Gay Jaringan Internasional

Redaksi
Konferensi pers pengungkapan kasus peredaran gelap narkoba bahan berbahaya dan TPPU, di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 22/7/2024 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan
Konferensi pers pengungkapan kasus peredaran gelap narkoba bahan berbahaya dan TPPU, di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 22/7/2024 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap kasus peredaran narkoba jaringan internasional. Sebanyak 157 kilogram sabu berhasil diamankan, yaitu 50 kilogram dari Malaysia dan 107 kilogram dari Myanmar.

Penangkapan jaringan narkoba ini terkait dengan penangkapan jaringan narkoba di Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu.

“Total barang bukti yang disita dalam TKP adalah satu sabu sebanyak 157 Kg, di mana dilakukan penangkapan di Aceh Utara dan di Tangerang Banten ya, ini ada kaitannya satu sama lain. Pengembangan-pengembangan dari Aceh dapat ditangkap di Banten totalnya 157 Kg,” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 22/7/2024.

Mukti menuturkan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama antara Polri dengan beberapa pemangku kepentingan terkait, di antaranya Dirjen Bea Cukai Pusat, BPOM, PPATK, Direktur Narkoba Polda Aceh, Direktur Narkoba Polda Kalbar, Kanwil Bea Cukai Polda Aceh, dan Polres Aceh Utara.

Mukti juga menyebut ada empat orang tersangka yang diamankan dengan inisial AR, TS, AS, dan SR. Para tersangka akan dikenakan Undang-Undang Nomor 35 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman mati.

“Undang-Undang Narkotika Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 12 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ancaman hukuman terberat adalah hukuman mati,” tuturnya.

Lebih lanjut, Mukti menambahkan bahwa dalam pengungkapan kali ini, Kepolisian Republik Indonesia juga berhasil mengamankan 959 botol dan 710 kotak obat perangsang. Mukti menyebut, obat tersebut sering dikonsumsi oleh kelompok penyuka sesama jenis.

“Bahan berbahaya, atau dikenal dengan obat perangsang, yang berhasil kita ungkap sebanyak 959 botol dan 710 kotak, obat perangsang ini digunakan oleh kelompok tertentu utk melakukan hubungan seksual,” terangnya.

Dengan demikian, Mukti mengatakan, pihaknya berhasil mengamankan delapan orang tersangka dalam kasus tersebut.

“Adapun total tersangka jumlah delapan orang,” pungkasnya.

Selaras dengan hal itu, Kasubdit Direktorat Narkoba Bareskrim Polri Kombes Suhermanto menjelaskan bahwa obat keras Poppers (obat kuat) mengandung alkil nitrit yang sering digunakan oleh kaum penyuka sesama jenis. Bahkan, sudah ada peringatan publik dari BPOM.

“Kita sudah menangkap dua kasus, importir langsung dari Cina. Jadi cara peredarannya awalnya melalui marketplace, tapi setelah ada pelarangan dari BPOM, di marketplace Tokopedia, Shopee dan lain lain itu sudah diblokir, jadi mereka mengedarkan dari komunitas tertentu dan langsung chatting, dan ada juga media lainnya,” imbuhnya.

Untuk diketahui, Poppers adalah obat rekreasional yang mengandung alkil nitrit — sering juga disebut sebagai chemical sex atau chemsex. Produk ini digunakan untuk relaksasi otot dan sebagai afrodisiak.

Di kalangan penggemar kegiatan seksual, Poppers sering digunakan oleh laki-laki maupun perempuan untuk meningkatkan gairah seks dan kepuasan saat orgasme.

Bagi kaum laki-laki, obat ini juga bisa memperpanjang waktu ereksi. Efek lain dari Poppers adalah melemaskan otot-otot di sekitar anus, sehingga cukup populer di kalangan kelompok homoseksual yang sering melakukan seks anal.

“Sudah ada public warning dari BPOM tanggal 13 Oktober 2021 tentang melarang produk berupa cairan dalam bentuk bahan kimia obat isobutil nitrit jadi kandungan dari Poppers ini,” terangnya.

Suhermanto mengungkap bahwa efek samping dari obat keras tersebut dapat mengakibatkan stroke, serangan jantung, bahkan kematian

“Berbahaya bisa menyebabkan stroke, serangan jantung bahkan bisa kematian,” tandasnya.

Atas perbuatan itu, para pelaku disangkakan Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan, dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda lima miliar.*

Laporan Ari Kurniansyah