Menteri Olahraga Prancis Larang Atlet Muslimnya Pakai Hijab di Olimpiade Paris 2024

FORUM KEADILAN – Prancis dihujani dengan kritikan seusai Menteri Olahraga Amelie Oudea-Castera, mengeluarkan pernyataan pelarangan penggunaan jilbab untuk atlet tuan rumah selama Olimpiade Paris 2024 berlangsung.
Olimpiade tersebut akan segera berlangsung pada 26/7/2024 mendatang.
Pernyataan Amelie itu disampaikannya pada September 2023 lalu dan kemudian naik karena kecaman keras dari sejumlah pihak menjelang dimulainya olimpiade.
Berdasarkan Reuters, Amelie dalam acara Sunday In Politics yang ditayangkan oleh France 3 TV mengatakan, pelarangan hijab bagi atlet tuan rumah ini ditujukan untuk menghormati prinsip sekularisme.
Amelie menyebut, pihak pemerintah menentang simbol-simbol keagamaan selama pesta olahraga berlangsung dengan alasan memastikan “netralitas mutlak dalam layanan publik”.
“Kami setuju dengan keputusan sistem peradilan baru-baru ini yang juga dinyatakan dengan jelas oleh Perdana Menteri, yang mendukung sekularisme ketat dalam olahraga. Ini berarti pelarangan segala bentuk proselitisme (dakwah), netralitas mutlak dalam sektor publik. Ini berarti bahwa anggota delegasi kami, dalam tim olahraga kami, tidak akan mengenakan jilbab,” jelas Amelie.
Tidak lama dari pernyataan larangan hijab bagi atlet Prancis selama olimpiade, Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee) segera memastikan kepada para atlet tetap dapat mengenakan hijab di wisma atlet Olimpiade Paris 2024. Aturan tersebut berlaku di wisma atlet tetap berpegang pada IOC.
“Untuk wisma atlet, aturan IOC berlaku. Tidak ada batasan dalam mengenakan jilbab atau pakaian keagamaan atau budaya lainnya,” ungkap Juru Bicara (Jubir) IOC kepada Reuters.
Sebagian besar dari total 10 ribu atlet yang bertanding di Olimpiade Paris 2024 akan menempati sebuah apartemen di wisma atlet. Mereka akan berbagi ruang bersama termasuk di ruang makan dan area rekreasi.
Walaupun demikian, ia menilai bahwa aturan dalam kompetisi di olimpiade diselenggarakan dan diawasi oleh federasi olahraga internasional masing-masing.
“Dalam hal kompetisi, peraturan yang ditetapkan oleh Federasi Internasional (IF) terkait berlaku,” ujarnya.
“Karena peraturan Perancis ini hanya terkait dengan anggota tim Prancis, kami sedang menghubungi CNOSF untuk lebih memahami situasi terkait atlet Prancis,” tambahnya.
Di sisi lain, Juru Bicara (Jubir) Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Marta Hurtado melayangkan kritik terkait larangan hijab yang dikeluarkan Prancis pada atletnya selama Olimpiade Paris 2024.
“Tidak seorang pun boleh memaksakan kepada seorang wanita apa yang harus ia kenakan, atau apa yang tidak boleh ia kenakan,” ujar Marta pada September 2023 saat ditanya soal keputusan Prancis yang melarang atletnya mengenakan jilbab.
Menurut Marta, merujuk pada standar hak asasi manusia internasional, pembatasan ekspresi beragama atau kepercayaan seperti pilihan busana hanya dapat diterima dalam keadaan yang benar-benar spesifik.
Organisasi nonpemerintah Amnesty International menjadi salah organisasi yang vokal dan konsisten dalam memperjuangkan kebebasan berjilbab bagi atlet Prancis. Mereka mengeluarkan kecaman pada pemerintah Prancis yang melarang atletnya berjilbab bahkan menyalahkan IOC yang dinilai terlalu lemah.
“Larangan terhadap atlet wanita Prancis yang mengenakan jilbab untuk berkompetisi di Olimpiade melanggar hukum hak asasi manusia internasional dan mengungkap kemunafikan diskriminatif otoritas Perancis serta kelemahan IOC,” tegas Amnesty International dalam laporan terbarunya pada Selasa, 16/7/2024.
Amnesty Internasional telah berulang kali mengirimkan surat tuntutan kepada IOC untuk meminta pemerintah Prancis melakukan pembatalan soal larangan tersebut di Olimpiade Paris 2024. Tetapi, sejauh ini hasilnya adalah nihil karena menurut pihak Amnesty International, IOC terkesan menolak permintaan mereka.
“Menanggapi surat dari koalisi organisasi yang mendesaknya untuk mengambil tindakan, IOC mengklaim bahwa larangan Prancis terhadap jilbab olahraga berada di luar kewenangan olimpiade,” lapor Amnesty International.
“(IOC) mengklaim bahwa ‘kebebasan beragama ditafsirkan dengan berbagai cara oleh berbagai negara.’ Tanggapan IOC tidak menyebutkan hak-hak lain yang dilanggar oleh larangan tersebut, seperti kebebasan berekspresi dan akses ke kesehatan,” lanjut laporan dari Amnesty International.
Lalu, Peneliti Hak-Hak Perempuan Amnesty International di Eropa Anna Blus menegaskan bahwa tidak ada pembuat kebijakan mana pun yang dapat mendikte apa yang boleh atau tidak dikenakan oleh seorang wanita. Menurut Anna, tidak ada satupun wanita yang di boleh dipaksa untuk memilih antara olahraga dan keyakinan, identitas budaya, atau kepercayaannya.
“Belum terlambat bagi otoritas Perancis, federasi olahraga, dan IOC untuk melakukan hal yang benar dan mencabut semua larangan bagi atlet untuk mengenakan jilbab di cabang olahraga Prancis, baik di Olimpiade musim panas maupun di semua cabang olahraga, di semua tingkatan,” tegasnya.
Para atlet wanita muslim di Prancis dilarang mengenakan penutup kepala dalam bentuk apa pun. Aturan ini tidak hanya berlaku pada Olimpiade Paris 2024, tetapi juga di beragam jenis olahraga, seperti sepakbola, basket, hingga voli untuk pemain profesional atau pun amatir.*