Kamis, 10 Juli 2025
Menu

Ketua DPP PDIP: Tanpa Kudatuli, Anak Tukang Kayu Tak Bisa Jadi Presiden

Redaksi
Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning (baju merah) dalam diskusi peringatan ke 28 tahun Kudatuli di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 20/7/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan
Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning (baju merah) dalam diskusi peringatan ke 28 tahun Kudatuli di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 20/7/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Ribka Tjiptaning mengatakan, peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan Kudatuli menjadi cikal bakal lahirnya reformasi yang membawa Indonesia pada demokrasi serta kebebasan pers saat ini.

Menurut Mbak Ning, sapaan karib Ribka Tjiptaning, Kudatuli menjadi pemantik lahirnya iklim demokrasi sekaligus mengakhiri hegemoni Presiden Soeharto.

“Kalau tidak ada Kudatuli tidak ada reformasi,” kata Mbak Ning dalam diskusi peringatan ke 28 tahun Kudatuli yang bertajuk ‘Kami Tidak Lupa’ di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 20/7/2024.

Seperti diketahui, Kudatuli merupakan peristiwa pengambilalihan paksa Kantor DPP PDI yang dikuasai Megawati Soekarnoputri oleh massa pendukung, Soerjadi.

“Kalau tidak ada reformasi tidak ada anak buruh bisa jadi gubernur, tidak ada reformasi tidak ada anak petani bisa jadi bupati, wali kota, tidak ada reformasi tidak ada anak tukang kayu jadi presiden,” ujarnya.

Hingga 28 tahun berselang, pengorbanan sejumlah elemen masyarakat dalam memperjuangkan demokrasi kala itu kini telah dinikmati banyak pihak, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya.

“Dulu yang bisa jadi pejabat dari RT, RW, lurah, camat itu pasti Golkar, tapi karena ada peristiwa 27 juli, Reformasi maka ada satu perubahan yang dahsyat yaitu bisa semua anak rakyat mimpinya bisa tercapai,” tuturnya.

Lebih jauh Mbak Ning mengingatkan sebelum Tragedi Kudatuli ada Tragedi Gambir. Ia tidak ingin tragedi kekerasan ini luput juga dari ingatan rakyat.

Menurut Mbak Ning, reformasi tidak berdiri tunggal, ada banyak rentetan peristiwa sebelumnya yang berasal dari kekuatan rakyat melawan rezim otoriter Soeharto yang telah berkuasa 32 tahun.

“Kita udah digebuk duluan di Gambir. Saya ingat betul saya diselamatkan Pak Pangat Ketua DPC Jakarta Barat walaupun dimasukin taksi, taksinya juga diancurin digebukin macam-macam itulah dulu rezim Soeharto,” pungkasnya.*

Laporan M. Hafid