Senator Sebut LaNyala Tabrak Prosedur agar Tetap Jadi Ketua DPD RI

FORUM KEADILAN – Wakil Ketua Panitia Khusus Tata tertib (Pansus Tatib) DPD RI Hasan Basri menjelaskan duduk perkara pelanggaran tata tertib (tatib) yang diduga dilakukan oleh Ketua DPD RI LaNyala Mattaliti.
Menurut Hasan Basri, LaNyala telah melakukan perubahan tatib secara sepihak demi kepentingan pribadi dan kelompoknya, termasuk demi memuluskan rencana pencalonan dirinya sebagai Ketua DPD RI untuk periode 2024-2029.
Bagi Hasan, tindakan LaNyala tersebut berangkat dari sikap otoriter yang selama ini ditonjolkan ketika menjadi Ketua DPD RI.
“Selama hampir lima tahun ini kita cukup diam dengan kepemimpinan yang sangat otoriter, semuanya harus dipaksakan hanya untuk kepentingan pribadi pimpinan DPD RI,” kata Hasan Basri saat konfrensi pers di Pulau Dua Restorant, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 16/7/2024.
Hasan mengungkapkan bahwa perubahan tata tertib yang dilakukan oleh LaNyala tidak melalui prosedur yang semestinya. Seharusnya perubahan tata tertib itu mengikuti Tata Tertib Nomor 1 tahun 2022, namun LaNyala justru membentuk tim kerja (Timja) dalam melakukan perubahan itu.
“Di mana pemilihan pimpinan di dalam menggunakan sistem sub wilayah sekarang mereka mau ubah dengan kemauan sendiri, dengan kewenang-wenangan sendiri, dengan otoriternya sendiri, dengan membentuk Timja. Dalam sidang paripurna itu Timja tidak berhak menyampaikan sesuatu di situ, karena Timja itu prosesnya hanya sampai pada alat kelengkapan itu sendiri,” ujarnya.
Ketua Komite 3 DPD RI ini menduga bahwa perubahan tata tertib tersebut berkaitan dengan deklarasi yang dilakukan oleh beberapa senator dalam mendukung LaNyala untuk melanggengkan kekuasaanya sebagai Ketua DPD.
“Kita duga sengaja dibuat seperti itu oleh mereka ingin mengesahkan tata tertib karena sebelumnya mereka sudah deklarasi calon pimpinan, yang sebenarnya deklarasi ini pun melanggar tata tertib, karena yang masih kita pakai tata tertib nomor 1 tahun 2022,” tuturnya.
Proses perubahan tata tertib, menurut Hasan, seharusnya dilakukan melalui usulan oleh Badan Kehormatan (BK) dengan minimal dua alat kelengkapan atau 30 persen anggota. Hal itu sesuai dengan aturan Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2022.
Tetapi pihak LaNyala mengklaim bahwa perubahan tata tertib tidak mengubah secara menyeluruh, melainkan hanya tiga sampai lima persen saja. Kendati begitu, Hasan menilai bahwa perubahan tersebut sangat berbahaya bagi anggota DPD RI.
“Bayangkan seorang anggota yang kira-kira membuat dukungan yang mungkin dukungannya kemarin penuh dengan tekanan, tiba-tiba sekarang merubah dukungan itu ke orang lain, tidak punya hak suara untuk memilih pimpinan, itu persoalan serius menghilangkan hak-hak daripada anggota. Yang lebih lucu lagi, pemilihan pimpinan DPD kalau saya baca tatib yang mereka buat itu hanya dipilih 21 orang, itu legitimasinya gimana? Padahal kita ada 152 orang, harus 152 orang memberikan suara 50 plus 1 baru bisa menjadi pimpinan,” imbuhnya.
Sebelumnya, rapat paripurna DPD RI ke-12 Masa Sidang V Tahun Sidang 2023-2024 sempat ricuh lantaran tidak setuju dengan tata tertib terbaru DPD RI yang sudah diketok oleh LaNyalla.
Menurut mereka, tata tertib yang baru tersebut sangat berhubungan dengan pemimpin DPD ke depan yang dinilai ada unsur kepentingan.
Oleh sebab itu, para senator menginterupsi. Namun saat senator ingin menginterupsi, LaNyalla melanjutkan hasil dari timja (tim kerja) terkait tata tertib ini untuk disahkan langsung.
Seharusnya, kata mereka, urusan tata tertib dibawa oleh panitia khusus (pansus), bukan timja (tim kerja). Adapun kesimpulan dari rapat itu memutuskan agar tata tertib ini diharmonisasi terlebih dahulu hingga tepat dibawa pada paripurna selanjutnya.*
Laporan M. Hafid