MK Diminta Tetapkan Syarat Usia Kepala Daerah Sejak Penetapan Paslon

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) diminta agar menetapkan batas usia calon kepala daerah sejak penetapan pasangan calon. Pemohon meminta agar MK menegaskan penafsiran pada tahap apa seseorang ditetapkan sebagian pasangan calon.
Permohonan ini diajukan oleh Arkaan Wahyu Re A yang merupakan anak dari Boyamin Saiman. Ia juga merupakan salah satu Pemohon pada perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon Wakil Presiden.
Arkaan mengajukan uji materiil Pasal 7 Ayat (2) huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Arkaan beralasan bahwa dirinya dirugikan dengan keberadaan norma Pasal 7 Ayat (2) huruf e UU Pilkada setelah adanya Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024. Menurutnya, hal tersebut telah menghalangi hak Pemohon untuk mendapatkan pasangan-pasangan calon pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.
Adapun Putusan MA tersebut telah memperluas tafsir terkait ambang batas usia minimal calon kepala daerah menjadi “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih“.
Dalam dalil permohonan, menyatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menafsirkan secara benar persyaratan usia minimal sebagaimana tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020. Pada aturan tersebut, penetapan calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon.
Menurut Pemohon, putusan MA tersebut telah menimbulkan pertentangan substansi dengan UU Pilkada, sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum dalam praktiknya. Dalam petitumnya ia meminta agar MK menetapkan calon kepala daerah sejak penetapan pasangan calon.
Arkaan juga meminta agar MK menyatakan Pasal 7 Ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU bertentangan dengan UUD NRI (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon,” bunyi petikan petitum dalam permohonan.
Dihubungi terpisah, kuasa hukum Pemohon Arif Sahudi mengatakan bahwa Pemohon meminta kejelasan tafsir atas Pasal syarat usia minimal calon kepala daerah. Menurutnya, alasan penghitungan sejak penetapan calon merupakan rujukan pada PKPU 9/2020 sebelum diubah usai putusan MA.
Apalagi, kata Sahudi, KPU juga pernah menafsirkan Pasal tersebut dihitung sejak pendaftaran dan penetapan calon. Maka dari itu, ia meminta agar MK memberikan penafsiran yang jelas terkait batas usia minimal calon kepala daerah.
“Sebelum itu bahkan KPU menafsirkan sejak pendaftaran. Maka kita butuh mana yang menurut MK yang menjadi penafsiran konstitusi paling tepat,” kata Sahudi saat dihubungi, Selasa, 16/7/2024.
Ketika ditanyai terkait apakah permohonan ini untuk mencegah Kaesang Pangarep maju sebagai calon Gubernur, ia membantah. Pemohon ingin agar Kaesang memulai karier politiknya dari tingkat bawah.
“Kaesang itu biar fokus di solo saja meneruskan Gibran, karena dia selaku warga Solo ingin dia tetap maju pembangunannya, ekonominya, maka dibutuhkan orang-orang yang mampu baik itu kinerja dan ideologi itu benar-benar segaris dengan Jokowi (Presiden Joko Widodo),” katanya.
Apalagi, kata Sahudi, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendapatkan lima kursi DPRD di Kota Solo. Untuk itu, Pemohon beralasan agar Kaesang mencalonkan diri dari tingkat Wali Kota.*
Laporan Syahrul Baihaqi