Selasa, 01 Juli 2025
Menu

Pegi Setiawan Bebas, Pakar Psikologi Forensik Minta Aep Diproses Hukum

Redaksi
Pegi dan Aep.
Pegi dan Aep.
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pengadilan Negeri (PN) Bandung mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan. Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Bandung Eman Sulaeman mengatakan bahwa penetapan tersangka Pegi di kasus pembunuhan Vina Cirebon tidak sah.

Mengomentari putusan tersebut, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, kasus pembunuhan Vina dan Eky belum selesai. Dirinya memiliki firasat bahwa Polda Jawa Barat (Jabar) memiliki data yang diekstrak dari pihak tertentu.

“Dan, juga firasat saya, data itu sangat potensial mengubah 180 derajat nasib seluruh terpidana kasus Cirebon,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin, 8/7/2024.

Kemudian saksi Aep, menurut Reza perlu diproses hukum. Sebab, keterangan Aep adalah barang yang paling merusak pengungkapan fakta. Dirinya juga mempersoalkan mengenai sumber keterangan palsu (false confession) yang diberikan Aep.

Aep adalah pekerja cuci steam yang jadi saksi kasus Vina dan namanya disebut dalam BAP Iptu Rudiana, ayah Eky.

Aep mengaku melihat detik-detik Vina dan Eki berboncengan motor melintas di depan warung tempat sejumlah remaja nongkrong. Pengakuan itu berbuntut adanya 11 nama, 8 di antaranya menjadi terpidana kasus Vina Cirebon.

Tak hanya itu, patahnya narasi Polda Jabar yang menyebut Pegi adalah sosok yang mengotaki pembunuhan berencana, berimplikasi serius terhadap nasib kedelapan terpidana.

“Bagaimana otoritas penegakan hukum dapat mempertahankan tesis bahwa kedelapan terpidana itu adalah kaki tangan Pegi? Benarkah mereka pelaku pembunuhan berencana, ketika interaksi masing-masing terpidana (selaku eksekutor) dengan Pegi (selaku mastermind) ternyata tidak pernah ada?” tegas Reza.

Reza menuturkan, pembahasan tentang kerja scientific Polda Jabar selama ini hanya sebatas DNA, CCTV, dan otopsi mayat. Dirinya mencatat ada satu hal yang belum pernah diangkat dari kasus ini. Yaitu, bukti elektronik berupa detil komunikasi antarpihak pada malam ditemukannya tubuh Vina dan Eky di jembatan pada 2016.

“Termasuk komunikasi via gawai yang masing-masing korban lakukan dengan pihak-pihak yang ia kenal. Siapa, dengan siapa, tentang apa, jam berapa. Itulah empat hal yang semestinya secara rinci diperlihatkan sebagai alat bukti. Sekali lagic siapa menghubungi siapa terkait apa pada jam berapa,” jelasnya.

Terkait korban salah tangkap akan mendapat ganti rugi. Biasanya, institusi Kepolisian akan menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan guna memberikan kompensasi.

“Demikian praktik di banyak negara. Ketimbang melalui mekanisme hukum yang bersifat memaksa bahkan mempermalukan,” tutupnya.

Laporan Merinda Faradianti