Kapolda Sumbar Sibuk Cari yang Viralkan Kematian Bocah 13 Tahun, ISESS: Pimpinan Jangan Impulsif

FORUM KEADILAN – Kematian pelajar SMP di Kota Padang bernama Afif Maulana (AM/13 tahun) yang ditemukan dalam kondisi badan penuh luka di bawah jembatan Batang Kuranji, menimbulkan tanda tanya. Kapolda Sumatra Barat (Sumbar) Irjen Suharyono menyebut, pihaknya masih mendalami penyebab kematian tersebut.
Melihat kondisi AM saat ditemukan, Suharyono menduga korban melompat dari atas jembatan Batang Kuranji saat hendak ditangkap polisi yang sedang membubarkan aksi tawuran. Hingga kini, Kepolisian mengaku sedang memeriksa 30 personel Sabhara Polda Sumbar yang bertugas pada malam itu.
Namun, di balik teka-teki kasus kematian AM, Suharyono mendapat sorotan lantaran menyangkal adanya penganiayaan. Tak hanya itu, Suharyono juga mau mencari orang yang memviralkan kasus kematian AM.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyayangkan pernyataan Kapolda Sumbar tersebut. Menurutnya, sebagai pimpinan sebuah lembaga penegakan hukum tentu, tak elok bersikap impulsif.
“Informasi dari masyarakat harusnya tetap dilihat sebagai bentuk partisipasi untuk mengawal lembaga Polri menuju lebih baik. Lagian, yang memberikan pernyataan terkait dugaan penyebab kematian AM bukankah LBH Padang?” kata Bambang kepada Forum Keadilan, Rabu, 26/6/2024.
Seharusnya, lanjut Bambang, Kapolda Sumbar bisa lebih mengedepankan cara yang lebih bijak, daripada membuat pernyataan yang terkesan mengancam atau setidaknya melakukan klarifikasi dengan menyajikan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
“Bukan hanya kesaksian anggotanya yang tentu bias kepentingan,” tegasnya.
Bambang menerangkan, kasus anak yang menjadi korban aksi anggota Kepolisian, bukan kali pertama terjadi. Pada Juni 2021 juga pernah viral video penganiayaan anak oleh anggota Polisi di Lahat, Sumatra Selatan. Sehingga, kasus kematian AM di Sumbar menambah deretan perilaku Kepolisian yang melakukan tindakan kekerasan pada anak.
Kepolisian, kata Bambang, seharusnya bisa membedakan kasus kenakalan remaja yang berujung pada ketidaktertiban dengan kejahatan yang dilakukan anak-anak. Meskipun terlepas dari itu, negara juga sudah meratifikasi konvensi soal hak anak untuk menghormati dan melindungi anak.
“Problemnya, apakah semua anggota polisi sudah melek soal hak anak tersebut? Sepertinya banyak belumnya. Dampaknya adalah perilaku anggota Kepolisian yang tak menghargai hak anak-anak. Kepolisian juga harus memahami bahwa kenakalan remaja bisa jadi juga merupakan produk lingkungan sosial. Makanya semangat humanis Kepolisian harusnya tetap mengedepankan empati pada terduga anak-anak pelaku tidak tertib sosial,” jelas Bambang.
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, Bambang menyarankan agar ada pihak independen yang turut melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari bias kepentingan dalam penyelesaiannya.
“Makanya perlu pihak independen untuk melakukan penyelidikan dan klarifikasi bahwa kejadian yang disampaikan oleh Kepolisian tersebut benar atau salah,” pungkasnya.*
Laporan Merinda Faradianti