Kesejahteraan Dinilai Memburuk Selama 2 Periode Pemerintahan Jokowi

FORUM KEADILAN – Aktivis sekaligus Ketua Serikat Buruh Bersatu Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menilai, selama dua periode kepemimpinan rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi), kesejahteraan rakyat Indonesia menjadi lebih buruk.
“Menyimpulkan dari situasi ekonomi, politik, sosial dan budaya, dua kali kepemimpinan rezim Jokowi, hal ini justru semakin menurunkan nilai-nilai kesejahteraan,” katanya dalam diskusi publik bersama Amnesty Internasional Indonesia di Gedung HDI Hive, Jakarta Pusat, Jumat, 21/6/2024.
Selain menurunnya kesejahteraan rakyat, Nining juga menilai bahwa ruang demokrasi dan kebebasan bagi seluruh rakyat semakin dipersempit.
“Yang paling tragis adalah ketika kita berbicara tentang Undang-Undang (UU) Omnibus Law Ciptakerja,” ujarnya.
Menurut Nining, UU Omnibus Law Cipta Kerja bukan hanya soal buruh, tetapi juga menyangkut kehidupan masyarakat luas.
“Kalau kita lihat tentu belakangan beberapa tahun terakhir ini, pemerintah tidak lagi memprioritaskan apa yang menjadi kepentingan masyarakat mayoritas,” ungkapnya.
Termasuk, lanjut Nining, kepentingan akan kebutuhan mencerdaskan, mensejahterakan, keamanan, demokrasi, hingga persoalan dan kepastian kerja.
“Kepastian kerja yang sangat jauh dari mandat konstitusi, selain itu soal kepastian pendapatan yang layak. Sedangkan dalam Omnibus Law justru semakin menurunkan nilai apa yang seharusnya dijamin oleh para petinggi kekuasaan hari ini melalui regulasi,” terangnya.
Nining berpendapat, sejak disahkan, Omnibus Law Cipta Kerja telah melanggar Konstitusi.
“Dia (pemerintah) tidak patuh dan tidak memenuhi syarat-syarat bagaimana melahirkan satu perUU-an karena tidak melibatkan partisipasi publik,” katanya.
Nining menyebut, banyak hal yang menjadi misteri dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja. Termasuk persoalan pemutusan hubungan kerja yang sebelumnya melalui mekanisme dan syarat tertentu, kini justru semakin mudah.
Menurut Nining, kenaikan upah buruh sebesar 13 persen pada 2023 tidak memberikan dampak yang signifikan jika dibandingkan dengan inflasi dan kondisi ekonomi pasar.
“Ditambah lagi sekarang ada Tapera,” tandasnya.*
Laporan Novia Suhari