Wacana Presiden Kembali Dipilih MPR, Bukti Mundurnya Demokrasi

FORUM KEADILAN – Wacana Presiden dipilih kembali oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) makin ramai diperbincangkan. Rencana tersebut digaungkan dengan alasan karena masifnya politik uang dalam pemilihan umum (pemilu).
Seperti diketahui, sebelum perubahan atau amandemen Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), kedaulatan rakyat sepenuhnya dilakukan oleh MPR.
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,” bunyi Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum amandemen.
Melalui aturan tersebut, maka MPR adalah perpanjangan tangan rakyat untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Namun, setelah amandemen UUD 1945, tugas dan wewenang MPR mengalami beberapa perubahan.
Ketua MPR periode 1999-2004 Amien Rais mengusulkan agar wewenang MPR dikembalikan seperti sebelum amandemen. Ia menyetujui jika sistem pemilihan Presiden dikembalikan kepada MPR melalui amandemen UUD 1945. Menurutnya, melalui amandemen tersebut, MPR akan kembali menjadi lembaga tertinggi negara seperti sebelum era reformasi.
Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Lili Romli mengatakan, usulan tersebut jika direalisasikan akan menghasilkan kemunduran demokrasi Indonesia.
Meski tidak menjawab secara gamblang setuju atau tidak, menurut Lili, usulan tersebut benar-benar harus dikonsultasikan dengan pemilik kedaulatan, yakni rakyat.
“Bisa jadi (mundurnya demokrasi). Jawabannya, dikonsultasikan dulu dengan pemilik kedaulatan,” katanya kepada Forum Keadilan, Sabtu 8/6/2024.
Kata Lili, rencana amandemen UUD 1945 sudah lama digaungkan oleh elit-elit politik. Bahkan juga ada yang ingin kembali ke UUD 1945 yang asli, sehingga usulan tersebut bukan lagi barang baru di tengah-tengah isu politik.
Lili mengungkapkan, di antara tujuan amandemen itu adalah untuk mengembalikan fungsi atau kewenangan MPR dalam membuat Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan memilih Presiden.
“Jadi ingin mengembalikan kewenangan MPR lagi seperti semula. Saya kira perlu kajian dulu dan mengkonsultasikan dulu dengan rakyat. Apakah setuju dengan usul para elit tersebut. Di mana, Presiden tidak lagi dipilih oleh rakyat. Semangat reformasi kan Presiden ingin dipilih langsung,” ungkapnya.
Lili melanjutkan, jika hanya karena politik uang pemilihan presiden dikembalikan kepada MPR, maka rencana tersebut harus dikaji ulang. Pasalnya, praktik politik uang merupakan imbas dari pengaturan tata kelola pemilu dan partai politik.
“Metode kampanye yang jamak, juga menciptakan persaingan logistik dan sumber daya hingga menimbulkan adanya politik uang. Kemudian, lembaga pengawas juga kurang mengoptimalkan wewenangnya dalam persoalan tersebut,” tutupnya.*
Laporan Merinda Faradianti