Kamis, 18 September 2025
Menu

DPR Sahkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Jadi Undang-Undang

Redaksi
Rapat paripurna DPR RI ke-19 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024, Selasa, 4/6/2024 | YouTube DPR RI
Rapat paripurna DPR RI ke-19 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024, Selasa, 4/6/2024 | YouTube DPR RI
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi Undang-Undang.

Pengesahan tersebut dilakukan dalam masa Sidang Paripurna DPR RI Ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, Selasa, 4/6/2024.

“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?” kata Ketua DPR RI Puan Maharani di ruang rapat Paripurna.

Pertanyaan tersebut lantas mendapat persetujuan dari para anggota dewan yang hadir pada saat rapat Paripurna.

Sebelum mendapat persetujuan, Wakil Ketua Komisi VIII Diah Pitaloka dari Fraksi PDIP memaparkan enam substansi dalam UU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang disetujui DPR bersama Pemerintah.

Poin pertama ialah perubahan judul dari RUU KIA menjadi UU Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan. Menurut Rieke, perubahan judul ini disepakati dengan mempertimbangkan kohesivitas dengan aturan Undang-Undang.

Kedua, ialah terkait dengan penetapan definisi anak dalam UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan. Dalam UU diatur bahwa definisi anak, yaitu dimulai sejak dalam masa kandungan hingga sampai berumur 2 tahun.

Ketiga, terkait perumusan cuti bagi pekerja yang melakukan persalinan, yaitu paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan selanjutnya apabila terdapat kondisi khusus dengan dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Poin keempat berkaitan dengan aturan cuti bagi suami yang mendampingi istri dalam proses persalinan, yaitu sebanyak dua hari cuti. Selain itu, terdapat ketentuan tambahan di mana cuti dapat diberikan tambahan 3 hari berikut sesuai dengan kesepakatan pemberi kerja.

Sementara untuk suami yang mendampingi istri yang mengalami keguguran berhak mendapatkan cuti selama 2 hari.

Kelima, perumusan tanggung jawab ibu, ayah, dan keluarga pada fase 1000 hari pertama kehidupan. Demikian pula tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah mulai dari perencanaan hingga monitoring dan evaluasi.

Poin terakhir berkaitan dengan pemberian jaminan pada semua ibu dalam keadaan apa pun. Termasuk ibu dengan kerentanan khusus, seperti ibu yang berhadapan dengan hukum, ibu di lembaga permasyarakatan, penampungan, dan dalam situasi konflik apa pun bencana.

Selain itu, jaminan tersebut diberikan pada ibu tunggal korban kekerasan, ibu dengan HIV/AIDS, ibu di daerah tertinggal, terdepan dan terluar, dan/atau ibu dengan gangguan jiwa termasuk juga dengan ibu penyandang disabilitas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan terdiri dari 9 Bab dan 46 pasal yang pengaturannya meliputi soal hak dan kewajiban, tugas dan penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi pendanaan, juga partisipasi masyarakat.*

Laporan Syahrul Baihaqi