Kamis, 10 Juli 2025
Menu

JPPI Ingatkan Pembatalan Kenaikan UKT Hanya Bersifat Sementara

Redaksi
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji | Ist
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyoroti pembatalan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Kata Ubaid, pembatalan tersebut hanya bersifat sementara.

Ubaid menilai, agar tetap berkeadilan, seharusnya semua pihak yang terlibat harus mengembalikan pendidikan sebagai hak dasar bagi seluruh warga negara Indonesia. Dengan demikian, pihaknya merekomendasikan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) agar meletakan pendidikan sebagai barang publik.

“Pendidikan harus diletakkan sebagai public goods (barang publik) sebab menyangkut hajat hidup dan kebutuhan seluruh masyarakat,” katanya dalam keteranganya, Selasa 28/5/2024.

Adapun rekomendasi tersebut, menurut Ubaid, mengembalikan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Hal ini dapat diwujudkan dengan merevisi UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Sebab, banyak pasal-pasal yang inkonstitusional, khususnya yang menyangkut status PTN menjadi PTNBH.

“Jelas inkonstitusional karena pembiayaan pendidikan yang mestinya menjadi tanggung jawab pemerintah, malah dialihkan ke masyarakat melalui badan hukum dan skema UKT,” ujarnya.

Kemudian, Ubaid menuturkan bahwa setiap warga negara harus mendapat kesempatan sama atau tidak dikecualikan untuk dapat mengakses pendidikan tinggi.

“Kampus hanya memberi karpet merah kepada golongan tertentu. Hal itu dikarenakan, semua punya hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan tinggi yang berkualitas dan berkeadilan,” imbuhnya.

Ubaid melanjutkan, mekanisme kompetisi dan saling mengalahkan (non-rivalry) dalam mengakses pendidikan tinggi harus dihapus. Pasalnya, semua warga negara memiliki skill yang berbeda-beda. Kemudian kemampuan tersebut, seharusnya dapat ditampung di pendidikan tinggi sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing.

“Agar pemerintah menghentikan sistem kompetisi dan jalur mandiri yang hanya mempertimbangkan tebal-tipis dompet, tanpa mempertimbangkan skill,” tuturnya.

Ubaid berharap agar Kemendikbudristek dapat menghentikan segala bentuk komersialisasi dan bisinis di pendidikan tinggi. Sebab, menurut Ubaid, hal itu akan berdampak buruk bagi jaminan dan hak warna negara untuk mendapatkan pendidikan di pendidikan tinggi. Oleh karena itu, posisi pendidikan tinggi harus bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat.

“Karena itu, kembalikan status PTNBH menjadi PTN dan kembalikan posisi pendidikan tinggi sebagai public goods yang harus bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat, tanpa ada diskriminasi,” tandasnya.*

Laporan Ari Kurniansyah