FORUM KEADILAN – Ahli waris H Abdul Halim bin H Ali, H Makawi bin H Abdul Halim, mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta keadilan dan perlindungan hukum dalam kasus dugaan pencaplokan tanah yang telah diajukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Adapun kedudukan Makawi sebagai ahli waris tertuang dalam surat keterangan waris tanggal 14 Agustus 2009, dan berdasarkan Akta Kuasa Untuk Menjual Nomor 107 tertanggal 24 April 2013 yang dibuat dihadapan Notaris Suharsi Hadi Santoso SH.
Sementara kasus pencaplokan tanah yang diduga dilakukan oleh PT SMRA dengan nomor perkara 2130K/PDT/2022 Jo. 528/PDT/2021/PT.DKI Jo. No. 184/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Utr telah disidangkan, namun saat ini kembali mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
“Putusan perkara tersebut baik putusan Pengadilan Tinggi maupun kasasi dan terakhir pada peninjauan kembali yang telah kami daftarkan pada tanggal 8 Mei 2023. Putusan PT dan kasasi benar-benar tidak mencerminkan keadilan,” kata Makawi didampingi kuasa hukumnya C Suhadi kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 22/5/2024.
Makawi menceritakan kronologi kasus pencaplokan tersebut. Menurut dia, kasus itu bermula dari PT SMRA yang dianggap secara diam-diam menguasai tanah orang tua Makawi seluas kurang lebih 5 Ha.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, Makawi mengungkapkan bahwa pencaplokan tersebut dilakukan dengan cara menerbitkan Akta Jual Beli (AJB).
Menurut Makawi, terdapat tiga AJB yang dilakukan pada 1981, ketiganya antara lain AJB No. 14/I/38/1981 tertanggal 7 Februari 1981 antara H. Abdul Halim (Penjual) dengan Asikin (Pembeli), AJB No. 22/I/38/1981 tertanggal 18 Februari 1981 antara H Abdul Halim (Penjual) dengan H. Subuh (Pembeli); Dan AJB No. 25/I/38/1981 tertanggal 2 Maret 1981 antara H. Abdul Halim (Penjual) dengan Hj. Rosani (Pembeli) yang dibuat pada Kantor PPAT Camat Koja.
“Atas dasar itu, jual beli tersebut batal demi hukum, karena pada saat jual beli tertanggal 7 Februari 1981, 18 Februari 1981 dan 2 Maret 1981 tersebut dilakukan orang tua kami sudah meninggal pada tanggal 11 Agustus 1978, jadi mana mungkin ada jual beli kalau orang sudah meninggal,” jelas Makawi.
Lebih lanjut, Makawi memaparkan, atas dasar ketiga AJB tersebut pihak PT lantas menerbitkan tiga sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Pertama, SHGB No. 1705/Pegangsaan Dua tertanggal 9 Januari 1989, kedua, SHGB No. 187/Kelapa Gading Barat tertanggal 3 November 1990, SHGB No. 3277/Pegangsaan Dua tertanggal 3 November 1990, dan ketiga SHGB No. 3900/ Kelapa Gading Barat tertanggal 17 Mei 1996 SHGB No. 4496/Kelapa Gading Barat tertanggal 11 Maret 1997.
“Kami ini orang yang tidak mampu telah menggugat PT tersebut ke PN Jakarta Utara dengan Reg No. 184/Pdt. G/2019/PN Jkt.Utr telah diputus dengan sangat adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku, karena gugatan kami tanpa menggunakan uang sepeser pun dapat dikabulkan,” tuturnya.
Namun, di tingkat banding Makawi menemukan keanehan, pasalnya majelis hakim yang dipimpin oleh Indah Sulistyawati SH MH selaku Hakim Ketua, dengan Anggota Majelis Hakim DR H Yahya Syam SH MH dan Sugeng Gitaris SH MH, dinilai telah mengabaikan alat bukti. Makawi menilai hakim menggunakan alat bukti yang tidak benar.
“Padahal PT SM dalam penerbitan sertifikat telah menggunakan akta jual seperti disebutkan di atas. Jadi jelas sekali Majelis Hakim diduga telah mengabaikan bukti akta jual beli yang jelas-jelas digunakan PT SM,” ungkap Suhadi.
“Dan anehnya putusan yang tidak tepat telah dikuatkan oleh Hakim Kasasi, dan ini jelas-jelas hakim telah salah menerapkan hukum pembuktian, maka atas dasar itu Majelis Hakim kami akan gugat sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH),” terang Suhadi.
Kendati begitu, Suhadi mengungkapkan, pihaknya tidak akan menggugat Mahkamah Agung (MA) dalam kasus tersebut lantaran tidak menginginkan adanya perpecahan (gap) di tengah masyarakat.
“Karena kalau kami gugat, maka MA akan cukup tercoreng, untuk itu kami mengajukan PK dengan membawa Novum (bukti baru) berupa: Surat keterangan pemilik Girik dari eks lurah Pegangsaan II kepada lurah Pegangsaan II Sudarsono. S tertanggal 3 Maret 1984; Surat Pernyataan Pemilikan Tanah Sawah tertanggal 30 Maret 1986 dengan nomor registrasi Kelurahan 169/1.711.03/86; Surat Keterangan Tidak Sengketa tanggal 5 Maret 1981 dengan Nomor Registrasi Kelurahan 107/1.711.03/84; Surat Keterangan Riwayat Tanah dari Kelurahan Pegangsaan II Nomor 109/1.711.03/1981,” paparnya.
Selain mengajukan PK, Makawi dan tim kuasa hukumnya juga meminta membatalkan putusan banding dan kasasi yang tidak menggunakan bukti sesuai ketententuan hukum yang berlaku.
Selain itu, PT SM dalam menjawab tidak menggunakan memori PK Kuasa Hukum Makawi, tapi dari memori PK orang lain yang tidak ada hubungannya dalam kasus ini.
“Harusnya dengan begini MA pada tingkat PK tidak ada alasan PK tidak dikabulkan,” pungkasnya.
Selain ke Presiden, surat dari Makawi ditembuskan ke Menkopolhukam, Komisi III DPR RI, Ketua BAWAS MA, Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bid Yudisial, Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Ketua KY, Ketua Komnas HAM RI, Ketua PT DKI Jakarta dan Ketua PN Jakarta Utara.*
Laporan M. Hafid