Permohonan Dianggap Tak Jelas oleh MK, Peluang PPP ke Senayan Mengecil

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima semua permohonan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada sidang pembacaan putusan sela di hari pertama, Selasa, 21/5/2024 kemarin. Dengan ditolaknya permohonan tersebut, peluang partai berlogo Ka’bah semakin mengecil untuk kembali menduduki kursi di Senayan.
Pada putusan sela perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024, Mahkamah menyatakan bahwa dalil permohonan PPP yang menyebut terdapat pergeseran suara dari partainya ke partai lain kabur dan tidak jelas. Sehingga, 13 perkara yang diajukan PPP tidak dapat berlanjut ke sidang pembuktian.
Ketigabelas provinsi tersebut ialah Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua Tengah, Kalimantan Timur, Aceh, dan Sumatra Barat. Selain itu, ada Banten, Sumatra Utara, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah dan Sumatra Selatan.
Pada sidang kemarin, terdapat beberapa pertimbangan Mahkamah untuk menolak permohonan yang diajukan PPP, di antaranya seperti permohonan kabur dan tidak jelas, tidak adanya alat bukti dalam dalil permohonan, tidak menjelaskan secara rinci terkait penambahan dan pengurangan suara, dan juga posita yang saling bertentangan.
Saat sidang pleno sesi pertama, dalil permohonan PPP soal pergeseran suara di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua Tengah dan Kalimantan Timur diputus tidak lanjut ke sidang pembuktian. Pertimbangan Mahkamah karena kaburnya dalil permohonan dan Pemohon tidak dapat menjelaskan secara rinci waktu dan tempat terjadinya pergeseran suara.
Sehingga, Mahkamah pada akhirnya menerima eksepsi yang diajukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengklaim dalil permohonan Pemohon tidak jelas atau obscuur.
Pada sesi sidang kedua dan ketiga, seluruh permohonan PPP kembali ditolak Mahkamah dengan pertimbangan yang tidak jauh berbeda. Adapun provinsi yang diputus pada kedua sesi tersebut ialah Provinsi Aceh, Lampung, Banten, dan Sumatra Barat. Sedangkan pada sesi terakhir, Sumatra Utara, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah dan Sumatra Selatan.
Pada dapil Sumatra Selatan I dan II, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyebut, Pemohon tidak menjelaskan secara rinci terkait waktu, lokasi dan pada tingkat rekapitulasi apa telah terjadi kesalahan yang mengakibatkan pergeseran suara. Sehingga, tidak terdapat konsistensi antara dalil posita dengan petitum yang dimohonkan Pemohon yang membuat permohonan menjadi tidak jelas dan kabur.
Di provinsi Sumatra Selatan, PPP mendalilkan terjadi pergeseran suara ke Partai Garuda di dapil Sumatra Selatan I dan II. Pada Dapil Sumatra Selatan I, PPP mengklaim telah terdapat pergeseran suara sebesar 7010 suara sementara di dapil Sumatra Selatan II terdapat selisih 14.210 suara yang bergeser ke Partai Garuda.
Sementara di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur mengatakan, PPP tidak menyebutkan tempat secara spesifik mengenai perpindaham dan pengurangan suara. Sehingga, Mahkamah menilai permohonan PPP tidak jelas dan kabur.
“Selain itu, menurut Mahkamah, Pemohon dalam menguraikan dalil adanya pemindahan suara yang tidak sah dan pengurangan suara, Pemohon tidak disertai dengan kronologi adanya pemindahan dan pengurangan suara dimaksud,” ucap Ridwan, Selasa, 21/5.
Di provinsi ini, PPP mendalilkan terdapat pergeseran suara dari partainya ke Partai Garuda. Pada dapil Nusa Tenggara Barat I, PPP mengklaim mendapat sebanyak 24.183 dan Partai Garuda 126 suara.
Sedangkan di dapil Nusa Tenggara Barat II, PPP mengklaim memperoleh 185.966 suara dan Partai Garuda hanya 213 suara.
Untuk diketahui, pada sengketa Pileg 2024, PPP mengajukan sebanyak 23 permohonan ke Mahkamah. Dari 23 permohonan tersebut, 19 di antaranya merupakan permohonan untuk pencalonan anggota DPR RI.
Berdasarkan rekapitulasi hasil pemilu yang dilakukan KPU RI, PPP belum melewati ambang batas parlemen, yakni 3,87 persen dengan jumlah suara 5.878.777 suara.
PPP hanya kurang sebesar 0.13 persen suara atau sebanyak 193.088 suara untuk bisa lolos ambang batas parlemen 4 persen.*
Laporan Syahrul Baihaqi