Kritisi Langkah Politik Prabowo, Ganjar Sakit Hati Usai Kalah Pilpres?

Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo usai menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri di Teuku Umar, Jakarta Pusat, Selasa, 16/4/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan
Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo usai menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri di Teuku Umar, Jakarta Pusat, Selasa, 16/4/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan

FORUM KEADILANGanjar Pranowo sudah beberapa kali melancarkan kritikan keras atas beberapa wacana yang dicanangkan oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Sikap kritis Ganjar tersebut mulai muncul usai dirinya menegaskan berada di luar pemerintahan atau oposisi beberapa waktu lalu.

Bacaan Lainnya

Salah satu kritikan Ganjar menyasar pada wacana penambahan jumlah kursi menteri oleh Prabowo. Harusnya, jumlah maksimal kursi menteri sebanyak 34, namun Prabowo berencana menambah menjadi 40 kursi.

Ganjar menilai, penambahan jumlah kursi menteri dapat melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. UU tersebut mengatur jumlah kursi menteri sebanyak 34.

“Itu sudah ditentukan jumlahnya, sehingga kita tidak bisa mengubah, kecuali peraturannya diubah. Kalau orang mengikuti itu atau membuat sendiri aturan, maka melanggar Undang-Undang, nggak boleh,” kata Ganjar di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu, 8/5/2024.

Selain melanggar UU, Ganjar menyebut, penambahan kursi menteri tersebut dapat memantik kecurigaan publik sebagai politik akomodasi oleh Prabowo terhadap pendukungnya.

“Semua alasan sangat mungkin tapi kecurigaan publik pasti mengarah ke sana (politik akomodasi). Wong sudah ada UU nya kok, mau apa lagi?” ungkapnya.

Lantas, apakah sikap kritis Ganjar tersebut diutarakan atas dasar sakit hati lantaran kalah di Pilpres 2024?

Pengamat Politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, penilaian sakit hati tersebut bersifat asumsi. Sebab menurut dia, perasaan demikian berada di wilayah personal.

“Soal asumsi sakit hati itu personal, tidak bisa dinilai,” kata Dedi kepada Forum Keadilan, Sabtu, 11/5.

Terlepas dari persoalan sakit hati, Dedi menganggap bahwa kritikan yang disampaikan oleh Ganjar itu penting untuk diutarakan agar pemerintahan di masa Prabowo tidak dijalankan berdasarkan politik akomodasi.

“Yang pasti adalah kritik Ganjar itu penting, dan bisa memimpin kritik publik lainnya agar pemerintah tidak dijalankan secara akomodatif hanya untuk kepentingan sedikit orang,” ujar Dedi.

Menurut Dedi, wacana penambahan kursi menteri oleh Prabowo memang bertendensi mengakomodasi tim pendukungnya. Padahal, lanjut dia, jumlah kursi menteri yang diamanatkan UU sudah cukup banyak.

Bagi Dedi, penambahan kursi menteri hanya akan menambah beban negara, apalagi kinerja para menteri kurang maksimal dalam mengerjakan tugas dan wewenangnya.

“Karena sejauh ini jumlah menteri yang diamanatkan UU sudah cukup banyak, dan tidak berkinerja maksimal, jika ditambah akan membebani negara sekaligus tidak menjamin penambahan kerja,” tuturnya.

Oleh karenanya, kata Dedi, kritikan Ganjar sudah tepat dilakukan terlebih mantan Gubernur Jawa Tengah itu sudah menjadi bagian dari masyarakat sipil.

“Dan sebagai tokoh ia layak bersuara agar diikuti oleh tokoh lainnya,” ucapnya.

Lebih lanjut, Dedi menilai, sikap kritis Ganjar tersebut tidak memiliki dampak baik maupun buruk terhadap Ganjar.

“Justru bisa saja simpati loyalis Ganjar akan bertahan jika ia konsisten semacam ini,” paparnya.

Dedi juga menganggap bahwa sikap Ganjar tersebut merupakan sikap personal, tidak mewakili PDIP, partai tempat dia bernaung saat ini.

“Tentu itu sikap personal, tidak mewakili partai, karena Ganjar bukan pemegang keputusan partai,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Ganjar belakangan kerap melontarkan kritik tajam atas beberapa wacana yang akan dilakukan oleh pihak Prabowo-Gibran.

Selain mengkritik soal penambahan kursi menteri, Ganjar juga merespons permintaan Prabowo soal pihak yang tidak mau bekerja sama di pemerintahan agar tidak mengganggunya.

Ganjar kemudian mengingatkan Prabowo bahwa tidak hanya pihak yang berada di luar pemerintahan yang dapat mengganggu, melainkan pihak yang sudah bekerja sama bisa juga mengganggu kinerja pemerintah.

“Iya yang bekerja sama saja bisa ganggu, saya ingetin loh ya, jangan sampai kemudian yang di dalam malah mengganggu,” kata Ganjar usai menghadiri acara perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-10 Jangkar Baja, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat, 10/5.

Oleh sebab itu, Ganjar meminta kepada Prabowo agar tetap memberikan ruang bagi mereka yang memilih berada di luar pemerintahan agar check and balances terus berjalan.

“Kalau kemudian partai politik katakan tidak ikut dalam pemerintahan, masyarakat sipil tidak ikut dalam pemerintahan, masyarakat sipil bisa memberikan catatan catatan kritis, jadi kita mesti membuka ruang check and balances itu, tapi betul kalau mengganggu itu artinya disruptif, jangan,” tandasnya.*

Laporan M. Hafid 

Pos terkait