Minggu, 27 Juli 2025
Menu

Keputusan MK soal Sengketa Pilpres Bakal Pengaruhi Pilkada 2024

Redaksi
Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Saut Situmorang diperiksa sebagai saksi kasus dugaan pemerasan Syahrul Yasin Limpo di Polda Metro Jaya, Selasa, 17/10/2023 | Charlie Adolf Lumban Tobing/Forum Keadilan
Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Saut Situmorang diperiksa sebagai saksi kasus dugaan pemerasan Syahrul Yasin Limpo di Polda Metro Jaya, Selasa, 17/10/2023 | Charlie Adolf Lumban Tobing/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Periode 2015-2020 Saut Situmorang mengungkapkan, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sengketa pilpres akan memengaruhi jalannya Pilkada pada November 2024.

Menurut Saut, bayang-bayang enam klaster persoalan sengketa pilpres seperti netralitas, bantuan sosial (bansos), hingga pelanggaran kode etik oleh MK akan menjadi landasan kecurangan lain di pilkada.

“Iya, kalau skala yang lebih besar aja seperti ini, skala yang lebih kecil akan menjadi lebih banyak dilakukan, karena itu enggak akan jadi perhatian, itu hanya akan menjadi perhatian lokal,” katanya dalam podcast Politik Taktis (Poltak) Forum Keadilan, dikutip, Senin, 29/4/2024.

Saut mengatakan, seperti pengajuan sengketa pilpres yang dilakukan oleh pihak 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang seolah-olah hanya berada di Jakarta.

“Iya lah, daerah itu enggak mau tahu begituan, gerakan-gerakannya juga enggak terlihat di Jakarta. Sebaliknya nanti akan begitu, persoalan lokal Jakarta juga enggak jadi persoalan lokal, tokoh-tokoh lokal saja, dan itu enggak sampai gaung-nya ke nasional,” ujarnya.

Padahal, Saut menjelaskan, seharusnya jika berkaitan dengan pemilu yang jujur, dan adil, maka semua sudut Republik Indonesia harus ikut serta.

“Jadi sekali lagi kita melihat ada potensi besar bahwa akan terjadi pengulangan (sengketa pilkada) cuman modelnya berbeda,” jelasnya.

Seperti umpamanya, kata Saut, menggunakan model monopolistik yang berbeda pengerahan bansosnya, dan independensinya juga bisa berbeda dalam menentukan calon-calonnya nanti.

“Jika dikaitan dengan enam klaster (sengketa pilpres) tadi itu, potensi (kecurangan) yang akan terjadi di daerah (saat pilkada), termasuk tentang mobilisasinya, hingga kenetralannya,” sambungnya.

Secara tegas, Rio Capella sebagai host Poltak memiliki kesimpulan bahwa peserta Pilkada 2024 berpikir untuk merancang pelanggaran kode etik dalam kampanyenya, soal pembuktian biarlah berjalan di pengadilan.

“Jadi kalau mau ikut pilkada harus pintar bagaimana caranya anda melanggar kode etik, tapi harus menang. Semakin cerdas melanggar kode etik dan moral itu enggak ada masalah, soal pembuktiannya di pengadilan kan gitu,” pungkasnya.*

Laporan Novia Suhari