Jumlah Permohonan Sengketa ke MK Meningkat, Pemilu Masih Diwarnai Kecurangan

FORUM KEADILAN – Perkara sengketa hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) dipastikan lebih tinggi dibandingkan Pemilu 2019. Peningkatan perkara ini menunjukan bahwa penyelenggaraan pemilu di Indonesia masih diwarnai dengan dugaan kecurangan, sehingga berdampak pada hasil pemilu.
Pada Sabtu malam, 23/3/2024, MK sudah menutup pendaftaran permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Berdasarkan data terakhir MK, setidaknya terdapat 277 permohonan perkara dengan rincian 2 permohonan sengketa pilpres, 263 perkara sengketa hasil DPR/DPRD, dan 12 perkara untuk DPD.
Wakil Ketua MK Saldi Isra menyebut, masih terdapat beberapa permohonan yang sedang dibenahi di mana permohonan yang diajukan perseorangan akan dipisah dari permohonan yang diajukan partai politik.
“Kalo pileg, ada permohonan perseorangan yang itu harus dipisah dari permohonan yang diajukan partai. Mungkin (angka gugatan) ada pergeseran,” ucap Saldi, Senin, 25/3.
Jika merujuk pada Pemilu 2019, MK mencatat terdapat 261 jumlah perkara sengketa hasil pemilu. Dari total keseluruhan, hanya 13 yang berhasil dikabulkan.
Sedangkan pada 2014, jumlah permohonan yang masuk sebanyak 296, namun hanya 1 permohonan yang dikabulkan.
Pada kesempatan terpisah, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Ihsan Maulana mengatakan bahwa terdapat peningkatan jumlah permohonan sengketa pemilu yang masuk ke MK pada 2024.
“Peningkatan perkara yang masuk ke MK menunjukkan bagaimana penyelenggara pemilu kita masih diwarnai dengan dugaan kecurangan pelanggaran yang berdampak pada hasil pemilu,” ucap Ihsan dalam diskusi daring, dikutip, Selasa, 26/3.
Menurut Ihsan, naiknya gugatan yang masuk ke MK menjadi salah satu pertanda yang kurang baik apalagi Pemilu 2024 merupakan pemilu serentak kedua yang dijalankan di Indonesia.
Ihsan menyebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) semestinya belajar dari Pemilu 2019 untuk melakukan mitigasi risiko, sehingga angka sengketa pilpres dan pileg dapat menurun.
Dari 277 permohonan perkara yang diajukan ke MK, Perludem mencatat sebanyak 263 perkara atau 95 persen merupakan sengketa pileg untuk DPR/DPRD. Sedangkan 12 perkara lainnya ialah perkara untuk sengketa DPD dan 2 perkara terakhir merupakan sengketa pilpres yang diajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Tidak Ada Sengketa di Bali dan NTT
Berdasarkan catatan Perludem, dari 38 provinsi, hanya 2 provinsi di Indonesia yang tidak tercatat adanya permohonan sengketa pileg baik DPR maupun DPRD, yaitu Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur.
“Ini bisa menjadi suatu refleksi bahwa dari 38 provinsi, hanya 2 provinsi yang tidak ada PHPU di tingkatan untuk pileg DPR/DPRD,” katanya.
Sementara itu, jumlah permohonan sengketa pileg terbanyak yang terdaftar di MK berasal dari Provinsi Papua Tengah sebanyak 21 perkara. Aceh (17 perkara), Sumatra Selatan (16 perkara), Papua (15 perkara), Jawa Barat (14 perkara), Jawa Timur (12 perkara), Papua Pegunungan (11 perkara), Maluku dan Maluku Utara (10 perkara).
“Itu suatu hal yang menarik, Papua Tengah merupakan daerah otonomi baru dan baru ikut pemilu di 2019 ternyata merupakan peringkat pertama jumlah perkara yang masuk ke MK,” terang Ihsan.
Di sisi lain, Perludem juga mencatat dari sebanyak 277 perkara yang masuk ke MK, 162 didaftarkan oleh partai politik, 77 diajukan perorangan, dan 24 lainnya belum teridentifikasi. Dari total 77 perorangan yang menggugat ke MK, 41 perkara belum mendapatkan rekomendasi dari DPP Parpol, sedangkan 32 perkara lain sudah mendapat rekomendasi.
Untuk diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah disebutkan bahwa legal standing peserta pemilu ialah partai politik, capres dan cawapres dan perorangan dari DPD. Oleh karena itu, legal standing caleg DPR dan DPRD adalah partai politik.
Hal tersebut juga tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2023 tentang Tata Beracara Dalam PHPU Anggota DPR dan DPRD. Dalam Pasal 3 (1) disebutkan bahwa pengajuan permohonan oleh perseorangan yang diajukan secara terpisah dari parpol harus mendapat persetujuan dari Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.
Lebih jauh, Perludem juga mencatat partai politik yang mengajukan sengketa hasil ke MK, Partai NasDem merupakan partai terbanyak yang mengajukan permohonan dengan sebanyak 20 perkara. Dilanjut dengan PPP dan Gerindra (19 perkara), PAN (18 perkara), Demokrat (17 perkara), Golkar (14 perkara), PDI-P (10 perkara).
Selanjutnya ada PKB dan PBB dengan 9 perkara, Perindo (7 perkara), PKN dan Hanura (4 perkara), PKS dan Gelora (3 perkara), PSI dan Garuda (2 perkara), dan sisanya adalah 3 partai politik lokal Aceh dengan (1 perkara).
Namun, kata Ihsan, jika angka ini digabungkan dengan permohonan yang dilaporkan secara perorangan, maka Partai Golkar yang mendominasi permohonan sengketa pileg dengan total 29 perkara. Kemudian di posisi kedua ada Partai NasDem dengan (28 perkara), lalu Gerindra (26 perkara), PKB (24 perkara), PAN (22 perkara), PPP dan Demokrat (19 perkara).
“Yang menarik, Golkar merupakan partai politik dengan suara terbanyak kedua di Pemilu 2024. Tapi ternyata ketika dilihat, Golkar masih menjadi partai politik yang mendominasi dengan perkara PHPU terbanyak di Pemilu 2024,” ucap Ihsan.*
Laporan Syahrul Baihaqi