‘Meledaknya’ Suara PSI Dinilai Tak Normal

FORUM KEADILAN – Suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengalami lonjakan yang cukup besar dalam waktu singkat berdasarkan data Sirekap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam selang waktu 24 jam, suara PSI bertambah sebanyak 98.869 suara atau setara dengan 0,12 persen.
Pada Jumat, 1 Maret 2024 pukul 12.00 WIB perolehan suara PSI sebanyak 2.300.600. Sementara pada Sabtu, 2 Maret 2024 pukul 16.00 WIB, partai yang digawangi putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu sudah mencapai 2.402.342 atau 3,13 persen.
Perolehan suara PSI berdasarkan Sirekap KPU itu memiliki perbedaan yang cukup jauh dengan hasil quick count atau hitung cepat. Catatan quick count lembaga survei Indikator Politik per Kamis, 15 Februari 2024, PSI hanya mendapatkan 2,8 persen suara secara nasional.
Begitu juga dengan hasil quick count Lembaga Survei Indonesia pada waktu yang sama, PSI hanya mengantongi suara 2,8% dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin angkat suara soal meroketnya perolehan suara PSI, namun dia tidak menjawab secara detail persoalan tersebut.
Menurut Afif, hasil suara resmi baik pilpres maupun pileg mengacu kepada hasil rekapitulasi suara secara berjenjang.
“Pokoknya, biar rekapitulasi berjenjang saja yang bicara (soal) angka-angka,” kata Afif di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Sabtu, 2/3/2024.
Juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Muhammad Syaeful Mujab menilai, ada yang janggal dari perolehan suara PSI. Menurut Mujab, perolehan suara PSI melompat jauh di atas rata-rata.
“Tentu ini janggal. Dengan persentase perekapan pada level 60 persen harusnya suara sudah relatif stabil. Jika dipantau dari jam ke jam, PSI mengalami lonjakan yang besar jauh di atas rata-rata partai lainnya,” kata Mujab kepada Forum Keadilan, Sabtu, 2/3.
“Misalnya data pukul 17.00 dan pukul 19.00 pada tanggal 1 Maret, terlihat lonjakan PSI mencapai 19k sekian suara hanya dari 110 tambahan TPS. Artinya ada sekitar 170 suara per TPS yang mana itu mencurigakan dan janggal,” imbuhnya.
Mujab enggan mengatakan kalau lonjakan suara PSI itu dihasilkan dari jual beli suara dari partai lain. Yang jelas, menurutnya, pergerakan suara PSI mencurigakan.
“Paling tidak itu membuktikan bahwa pergerakan suara ini mencurigakan antara bukti yang ter-upload dan jumlah suara yang terekam,” ungkapnya.
Senada dengan Mujab, Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai, perolehan suara PSI di Sirekap dengan angka 3,13 persen itu tidak normal. Dia menduga, informasi soal adanya operasi pengambilan suara dari partai-partai kecil untuk dialihkan kepada PSI yang santer dibicarakan belakangan ini benar adanya.
“Kalau menurut hemat saya, jangan-jangan dugaan tuduhan-tuduhan itu benar, jangan-jangan bahwa ada operasi ‘bahwa ada kecurangan’,” kata Ujang kepada Forum Keadilan, Sabtu, 2/3.
Menurut Ujang, dugaan jual beli suara dan kecurangan dalam pemilu memang susah untuk dibuktikan. Padahal, lanjut dia, kecurangan semacam itu kerap terjadi setiap pelaksanaan pemilu, bahkan hampir dilakukan oleh semua partai.
“Masyarakat Indonesia dan para politisi sudah paham dan sudah tahu soal ini (jual beli suara dan kecurangan), cuma mereka nggak ada yang berani bicara dan pada merem gitu, itu yang menjadi persoalan,” ujarnya.
Namun, dalam konteks PSI, Ujang tidak mau menduga-duga mengenai lonjakan suara yang tidak normal itu didapatkan dari hasil membeli suara dari partai lain, tapi bagi dia, jual beli suara mungkin saja dilakukan.
“Saya tidak mau menduga-duga, ya. Itu tadi misalnya, bisa iya bisa tidak, bisa yes bisa no. Praktik jual beli suara itu kan sudah mafhum, masyarakat sudah paham, sudah tahu dan banyak terjadi di belakang layar secara gelap, secara rahasia,” tuturnya.
Kendati begitu, Ujang mengatakan, jika PSI bisa melenggang ke Senayan menggunakan cara-cara yang tidak halal, itu berakibat pada rusaknya demokrasi di Indonesia.
“Kalau misalkan sengaja diloloskan dengan cara-cara yang tidak halal, ya demokrasi menjadi rusak, demokrasi kita dibajak oleh kepentingan oknum atau kelompok tertentu dan demokrasi kita tidak sehat,” tuturnya.
Kata Ujang, kecurangan-kecurangan pada pemilu, menjadi tanda bahwa kedaulatan rakyat yang selama ini dijaga telah dirusak. Dia juga menyayangkan apabila pesta demokrasi 2024 ini dinodai oleh adanya jual beli suara.
“Ini lah yang menjadi catatan dalam demokrasi kita di pemilu bahwa sejatinya suara rakyat, kedaulatan rakyat itu dirusak, seandainya ada dugaan kecurangan, seandainya ada dugaan jual beli suara,” pungkasnya.*
Laporan M. Hafid