KPU akan Mempertanggungjawabkan Penggunaan Anggaran Sirekap dan Diaudit BPK

Komisioner KPU RI August Mellaz, (ke kiri) ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik, Sekjen KPU RI, Bernad Dermawan Sutrisno. Saat memberikan keterangan kepada media, di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat 23/2/2024.
Komisioner KPU RI August Mellaz, (ke kiri) ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik, Sekjen KPU RI, Bernad Dermawan Sutrisno. Saat memberikan keterangan kepada media, di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat, 23/2/2024 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari mengungkapkan bahwa pihaknya bakal mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran untuk Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dalam bentuk laporan keuangan dan diaudit oleh Badan Pemerika Keuangan (BPK).

Tetapi, Hasyim belum menjelaskan berapa jumlah anggaran untuk membuat dan mengembangkan Sirekap.

Bacaan Lainnya

“Untuk biaya Sirekap, ini menggunakan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk penyelenggaraan pemilu. Nanti akan dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan keuangan dan diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” kata Hasyim dalam jumpa pers, Jumat, 23/2/2024.

Ia juga mengatakan, pertanggungjawaban tersebut tidak hanya pada anggaran 2023 saja, tetapi juga pada 2024. Dana untuk pengembangan hingga pelaksanaan penggunaan atas Sirekap pada Pemilu 2024 juga termasuk.

Diketahui, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut soal sikap KPU RI yang enggan mengungkapkan mengenai anggaran Sirekap dalam jumpa pers sebelumnya.

“Kalau KPU semangatnya keterbukaan dan transparansi, anggaran sekecil apa pun harusnya dipublikasikan, tidak ditutup-tutupi, apalagi untuk permasalahan yang tengah menjadi perbincangan di tengah publik yang besar,” terang peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha, kepada awak media di kantor KPU RI, Kamis, 22/2/2024.

“Publik sudah menduga ada kecurangan, ada kekisruhan akibat Sirekap, tapi KPU tidak memberikan informasi terkait itu. Itu kan ironis sebetulnya,” sambung Egi.

ICW juga mendatangi KPU agar dapat menyampaikan permohonan informasi anggaran, pengadaan hingga riwayat kerusakan Sirekap.

Egi menyebut, pihaknya ingin peninjauan mengapa dana yang dianggarkan sementara menghasilkan sistem yang “berantakan”.

Dalam permohonan dokumen informasi tersebut, ICW juga ingin mengusut mengapa KPU menggunakan sistem yang dinilai belum siap untuk Pemilu 2024 yang dikategorikan rumit. Dikarenakan, ada 5 jenis Pemilu dalam satu hari di 820.000 lebih TPS se-Indonesia.

“Karena permasalahan di hulu bisa, pada akhirnya berujung di permasalahan di hilir, yaitu soal selisih suara dan sebagainya. Di hulu seperti apa untuk melihat kemudian di hilir. Kami mau memeriksa dari dokumen yang kami ajukan,” jelas Egi.

Sirekap, lanjut Egi, seharusnya diaudit seluruh prosesnya, bukan hanya sekedar melakukan koreksi selisih suara yang salah konversi di dalam alat bantu.

“Kami ingin memeriksa anggarannya berapa sebesar apa, detailnya seperti apa, digunakan untuk apa saja, apakah perencanaannya sejak awal sudah dilakukan dengan patut atau tidak,” ujar Egi.

Ia juga mengingatkan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik, KPU RI mempunyai waktu tiga hari kerja agar menjawab permohonan informasi yang disampaikan.

Di sisi lain, Komisioner KPU RI Idham Holik mengaku bakal mengacu pada UU Keterbukaan Informasi Publik, karena menurut Idham, penyelenggara Pemilu harus berprinsip pada berkepastian hukum.

“Kami akan pedomani undang-undang tersebut dalam menjawab informasi yang diminta oleh masyarakat ataupun lembaga swadaya masyarakat. Kami apresiasi, kami tetap hargai surat tersebut dan segera kami akan jawab,” tandas Idham.*