FORUM KEADILAN– Kamis 15 Februari 2024, sehari setelah rakyat Indonesia menggunakan hak pilihnya di pesta akbar demokrasi, Pemilu 2024, sebuah rapat digelar oleh Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud.
Rapat koordinasi itu dimaksudkan untuk menyikapi dinamika perolehan suara Pilpres versi quick count dari berbagai lembaga survey yang menempatkan pasangan Ganjar-Mahfud di urutan buncit. Hanya 16 hingga 17 persen. Perolehan suara minim yang membuat Ganjar terperangah tak percaya. Sikap tersebut bahkan dipertontonkannya kepada awak media lewat sebuah kalimat yang kemudian viral di sosial media.
“Kamu percaya enggak suara saya segitu? Percaya enggak?” ucapnya
Ketidakpercayaan itu pula yang kemudian ditumpahkan Ganjar di rapat koordinasi TPN Ganjar-Mahfud lewat gagasan menggulirkan hak angket atau hak penyelidikan DPR sebagai langkah untuk meminta pertanggungjawaban kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait penyelenggaraan Pilpres 2024 yang diduga sarat kecurangan terstruktur, sistematis, masif.
Dasar kecurangan menurut Ganjar mengacu pada ribuan pesan yang masuk dari sukarelawan dan masyarakat berupa foto, dokumen, atau video yang terjadi di Pilpres 2024.
”Kalau ketelanjangan dugaan kecurangan didiamkan, maka fungsi kontrol enggak ada. Yang begini ini mesti diselidiki, dibikin pansus, minimum DPR sidang, panggil, uji petik lapangan,” jelas Ganjar.
Gagasan menggulirkan hak angket tersebut bahkan dilaporkan kepada Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Empat hari pasca rapat koordinasi, yakni pada 19 Februari 2024, Ganjar yang seolah memahami ketidakbulatan sikap partai pengusung kembali bermanuver memantik reaksi. Melalui keterangan tertulis, Ganjar memantik reaksi partai pengusungnya lewat sebuah pernyataan.
“Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024,”
Upaya Ganjar memancing reaksi membuahkan hasil. Sayangnya reaksi yang diharapkan Ganjar gayung bersambut, tidak bersua kenyataan.
Ibarat pepatah, menepuk air di dulang, terciprat muka sendiri. Alih-alih menyetujui wacana hak angket atau interpelasi, suara-suara dari elit partai pengusung, khususnya koalisi 01 dan 03, justru secara tak langsung mempertanyakan kenegarawanan Ganjar Pranowo.
Ketua Majelis Kehormatan PPP Zarkasih Nur memandang hak angket bisa berpotensi menciptakan perpecahan. Zarkasih bahkan meminta Plt Ketum PPP Muhammad Mardiono beserta jajaran pengurus dan Fraksi PPP untuk hati-hati menyikapi inisiasi hak angket sebagai langkah mengusut dugaan kecurangan pilpres. Zarkasih mengatakan langkah tersebut harus disikapi dengan teliti.
Zarkasih lebih jauh mendorong agar pemenang pemilu baik Pilpres maupun Pileg menunjukkan sikap ksatria. Selain itu, menurutnya, pihak yang kalah agar dapat menerima dan menghormati kehendak rakyat.
Wakil Ketua Umum (Waketum) NasDem Ahmad Ali bahkan secara terang-terangan mempertanyakan motif di balik wacana yang digelontorkan dan diamplifikasi oleh Ganjar.
“saya tidak tahu apakah ini representasi suara PDP atau keinginan Pak Ganjar,” ucap Ahmad Ali.
Pasalnya kata Ahmad Ali, hingga saat ini NasDem belum mendengar sikap resmi PDIP terkait hak angket. Yang lebih menyakitkan Ganjar justru lahir dari pernyataan Mahfud MD yang notabene adalah calon wakil presiden pendampingnya.
“Hak angket itu bukan urusan paslon ya, itu urusan partai. Apakah partai itu menggertak apa enggak, saya nggak tahu dan tidak ingin tahu juga. Maka saya nggak ikut-ikut di urusan partai,” tukas Mahfud.
Lantas bagaimana dengan PDIP? Partai Banteng Moncong putih itu setali tiga uang dengan Partai Keadilan Sejahtera, belum menyatakan sikap resminya.
Tampaknya partai politik pengusung 01 dan 03 wait and see terhadap dinamika keputusan partai dalam menginisiasi hak angket atau interpelasi.
Hal ini tampaknya disandarkan pada kekhawatiran tidak terpenuhinya syarat pengajuan hak angket, dimana hak angket baru bisa digulirkan setelah adanya persetujuan separuh lebih Anggota DPR dari keseluruhan 575 kursi.
Ganjar Pranowo yang pernah menjabat sebagai anggota DPR sebetulnya tahu persis akan persyaratan ini. Satu hal yang tak diperhitungkannya adalah kesolidan partai politik, baik koalisi 01 dan 03 yang ternyata tidak sepenuhnya satu frekuensi dengan harapannya. Ganjar seolah terisolasi di tengah pesta yang belum usai, menunggu hasil pengumuman KPU.* (Tim FORUM KEADILAN)