FORUM KEADILAN – Partai politik (Parpol) merupakan organisasi legal dari suatu negara yang mempunyai kekuasaan tertentu yang juga memiliki peranan penting untuk negaranya. Tanpa adanya Parpol di negara yang demokratis, hal-hal yang bersangkutan dengan kelancaran politik tidak bisa berjalan dengan baik.
Dari masa awal pergerakan nasional hingga perkembangan partai-partai modern saat ini, sejarah partai politik mencerminkan perubahan sosial, politik, dan ideologis yang terjadi dalam masyarakat.
Masa Penjajahan Belanda
Partai politik sudah ada sejak zaman penjajahan belanda namun tidak secara langsung mengungkapkannya seperti organisasi Boedi Oetomo (Budi Utomo) (1908) dan Sarekat Islam (1911).
Pengaruh Budi Utomo dan SI yang kuat pada akhirnya memunculkan organisasi politik pertama yakni Indische Partij, yang digawangi oleh Tiga Serangkai: Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Ki Hajar Dewantara.
Indische Partij didirikan pada 25 Desember 1912 dan menjadi inisiator dalam konteks organisasi sosial-politik di era Hindia Belanda. Menariknya, organisasi ini diisi oleh sekitar 7.000 orang yang berasal dari darah pribumi dan campuran.
Setelah itu, kemudian menyusul organisasi politik lain seperti Insulinde, Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Indonesia Raya (Parindra), Partai Indonesia (Partindo), Indische Sociaal Democratische Partij (ISDP), Indische Katholijke Partij, Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), dan Partai Rakyat Indonesia (PRI).
Partai Politik yang sudah ada sebelum kemerdekaan tersebut belum mendapatkan status badan hukum dari pemerintah kolonial Belanda dan kemudian beberapa parpol, seperti IP, PKI, dan PNI dibubarkan oleh Belanda karena dianggap berpotensi membahayakan pemerintah.
Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakyat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamrin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar dewan rakyat tersebut terdapat usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat.
Kemudian, pada di tahun yang sama di Hindia Belanda sudah ada beberapa fraksi dalam Volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera (PPBB) dan Indonesische Nationale Groep (ING).
Fraksi Nasional Volksraad tersebut dipimpin oleh Husni Thamrin dan PPBB dipimpin oleh Prawoto dan ING dipimpin oleh Mohammad Yamin. Gabungan dari partai-partai di Hindia Belanda di luar volksraad berusaha membentuk dewan perwakilan nasional,
Dewan Perwakilan nasional ini disebut Komite Rakyat Indonesia (KRI) dan Komite ini dibentuk dari tiga fraksi partai politik di Indonesia, yaitu Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelis Isalmi A’la Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI).
GAPI merupakan fraksi bagi golongan nasionalis, MIAI merupakan fraksi bagi partai politik Islam yang terbentuk pada tahun 1937. MRI merupakan fraksi yang terdiri dari organisasi-organisasi buruh.[4] Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik-partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.
Masa Pendudukan Jepang
Pada masa ini, partai politik dilarang keras untuk berkegiatan oleh pemerintah Jepang karena mereka mengkhawatirkan memunculkan pemikiran revolusi yang membuat rakyat melakukan perlawanan dan menuntut kemerdekaan.
Namun pemerintah Jepang mengizinkan organisasi Islam yang bernama Partai Majelis Syuro untuk bergerak untuk mendapatkan dukungan dari organisasi beragama.
Masa Pasca Kemerdekaan
Setelah tiga bulan sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia, pembentukan partai politik mendapatkan dukungan dari Pemerintah Indonesia.
Pada 3 November 1945, Maklumat Nomor X diterbitkan setelah ditandatangani oleh Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden Indonesia saat itu.
Maklumat ini berisikan mengenai anjuran pembentukan parpol dan akhirnya terbentuklah berbagai macam parpol yang memiliki latar belakang tertentu yang juga mengusung ideologi tertentu, utamanya yang bersifat nasionalis, sosialis, agamis, dan komunis.
Pada pemilu tahun 1995, ada empat partai besar yang memenangkan pemilu pada tahun itu. Yaitu Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Masa tahun 1950-1959 sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena parpol memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Namun ternyata sistem banyak partai tidak dapat berjalan dengan baik.
Parpol tak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tak dapat melaksanakan program kerjanya. Akibatnya pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik pula dan masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa-masa demokrasi terpimpin.
Memasuki masa demokrasi terpimpin, peranan parpol mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain peranan Presiden sangat kuat. Parpol pada masa ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama, dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI, dan PKI.
Pada masa Demokrasi terpimpin ini tampak sekali bahwa PKI memainkan peranan sangat kuat, terutama melalui G 30 S/PKI pada akhir September 1965.
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibandingkan dengan masa demokrasi terpimpin.
Di masa ini munculnya organisasi kekuatan politik baru yaitu Golongan Karya (Golkar). Kemudian, pada pemilu tahun 1971, Golkar muncul sebagai pemenang yang diikuti oleh 3 parpol besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) dan PNI.
Tahun 1937 terjadilah penyederhanaan partai melalui FUSI parpol. Empat parpol Islam, yaitu: NU, Parmusi, Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) dan Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) yang bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Lima partai lainnya adalah PNI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, dan Partai IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia.
Pada masa akhir tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi kekuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hingga pada Pemilu 1997.
Berakhirnya rezim Soeharto yang mengawali era reformasi di Indonesia yang ditandai dengan perkembangan sistem kepartaian di Indonesia yang lebih demokratis dan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 oleh Presiden Habibie dan telah menciptakan sistem multipartai dalam politik Indonesia.
Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem multi partai sehingga terbentuknya banyak sekali parpol.
Memasuki masa orba (1965-1998), parpol di Indonesia hanya ada 3 partai yakni, PPP, GolKar dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Kemudian pada masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai.
Pada 2012, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
Berikut Nama-nama Partai dengan nomor urutnya yang telah berhasil lolos dan menjadi bagian peserta Pemilu tahun 2024:
1.Partai Kebangkitan Rakyat (PKB)
2.Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
3.Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
4.Partai Golkar
5.Partai NasDem
6.Partai Buruh
7.Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora)
8.Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
9.Partai Kebangkitan Nusantara (PKN)
10.Partai Hati Nurani Masyarakat (Hanura)
11.Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda)
12.Partai Amanat Nasional (PAN)
13.Partai Bulan Bintang (PBB)
14.Partai Demokrat
15.Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
16.Partai Persatuan Indonesia (Perindo)
17.Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
18.Partai Nanggroe Aceh
19.Partai Generasi Atjeh Beusaboh Tha’at dan Taqwa
20.Partai Darul Aceh
21.Partai Aceh
22.Partai Adil Sejahtera Aceh
23.Partai Solidaritas Independen Rakyat Aceh
24.Partai Ummat
Tetapi, Partai nomor urut 18-23 hanya ada di pemilu kota Aceh.*
Laporan Malika Aisya Samudra, Naila Alatas