UU Pemilu Bolehkan Presiden dan Pejabat Negara Kampanye, Asal…

Momen Presiden Jokowi serahkan bantuan program Indonesia Pintar tahun 2024, Blora, Selasa, 23/1/2024 | YouTube Sekretariat Presiden
Momen Presiden Jokowi serahkan bantuan program Indonesia Pintar tahun 2024, Blora, Selasa, 23/1/2024 | YouTube Sekretariat Presiden

FORUM KEADILAN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, Presiden boleh melakukan kampanye dan memihak dalam Pemilu. Jokowi mengatakan bahwa itu adalah hak demokrasi dan politik semua orang.

“Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja,” ucap Jokowi saat memberikan keterangan pers di Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu, 24/1/2024.

Bacaan Lainnya

“Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye),” sambung Jokowi.

Jokowi berpandangan, Presiden dan menteri adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik yang boleh berpolitik. Lalu bagaimana aturannya?

Pasal 280 Ayat 2 dan 3 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur daftar pejabat negara yang tidak boleh dilibatkan sebagai pelaksana atau tim kampanye pemilu.

Dalam daftar tersebut, tidak ada presiden, menteri, maupun kepala daerah. Pejabat-pejabat negara yang dilarang terlibat sebagai pelaksana atau anggota tim kampanye itu meliputi:

  1. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
  2. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
  3. Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
  4. Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan BUMN/BUMD;
  5. Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
  6. Aparatur sipil negara (ASN);
  7. Anggota TNI dan Polri;
  8. Kepala desa;
  9. Perangkat desa;
  10. Anggota badan permusyawaratan desa.

Sanksi

Pejabat negara yang terbukti terlibat sebagai pelaksana atau anggota tim kampanye dari huruf a hingga d akan diancam pidana dengan hukuman penjara maksimum selama dua tahun dan denda sebesar Rp24 juta.

Sementara itu, pejabat negara yang terlibat dalam kampanye dari huruf f hingga j akan dikenakan pidana dengan hukuman penjara maksimum selama satu tahun dan denda sebesar Rp12 juta.

Kepala desa juga dapat dikenakan pidana yang sama jika terbukti melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu.

Dalam Pasal 29, 30, 51, dan 52 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala dan perangkat desa yang terlibat dalam kampanye juga dapat dikenai sanksi administratif, baik berupa teguran lisan maupun tertulis.

Jika sanksi administratif tidak dilaksanakan, maka mereka berisiko diberhentikan sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Perlu dicatat bahwa UU Nomor 23 Tahun 2014 dan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Desa tidak mengatur ketentuan atau sanksi khusus untuk kepala daerah yang terlibat dalam kampanye pemilu.

Presiden dan Menteri Boleh Berkampanye, Asal…

Pasal 299 UU Pemilu mengatur bahwa beberapa pejabat negara diperbolehkan untuk melakukan kampanye.

Pasal 299 Ayat 1 menyatakan, “Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.” Pasal tersebut juga menegaskan bahwa pejabat negara yang merupakan kader partai politik (parpol) diizinkan untuk melakukan kampanye.

Pejabat negara non-parpol juga diperbolehkan untuk melakukan kampanye, khususnya jika mereka mencalonkan diri sebagai calon presiden atau calon wakil presiden dan telah didaftarkan sebagai anggota tim kampanye ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Namun demikian, Pasal 281 UU Pemilu menetapkan sejumlah syarat bagi pejabat negara yang melakukan kampanye, termasuk para menteri dan kepala negara. Selain wajib cuti di luar tanggungan negara, mereka juga dilarang menggunakan sejumlah fasilitas negara.

Larangan lebih lanjut mengenai penggunaan fasilitas negara untuk keperluan kampanye pejabat negara diatur dalam Pasal 304-305 UU Pemilu.*