FORUM KEADILAN – Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dinilai telah merugikan diri sendiri karena sikap yang ditunjukkan dalam debat keempat yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta Convantion Center (JCC), Minggu, 21/1/2024.
Pada debat khusus cawapres tersebut, Gibran menampilkan gestur membungkuk seraya meletakkan tangan di dahinya seolah sedang mencari sesuatu usai cawapres nomor urut 3 Mahfud MD memberi jawaban tentang cara mengatasi greenflation (inflasi hijau) yang sebelumnya ditanyakan Gibran. Ia mengaku merasa tidak menemukan jawaban dari pertanyaan yang ditujukan pada Mahfud.
“Saya lagi nyari jawabannya Prof Mahfud. Saya nyari-nyari di mana ini jawabannya? Nggak ketemu jawabannya. Saya tanya masalah inflasi hijau, kok malah menjelaskan ekonomi hijau?” kata Gibran dalam debat keempat, Minggu, 21/1.
Selain menunjukkan gestur tersebut, Gibran juga dinilai kurang elok atas pernyataannya menyinggung Mahfud yang merupakan seorang profesor tapi tidak tahu soal greenflation.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat menilai, Gibran kerap melakukan gimmik dalam menanggapi jawaban maupun pertanyaan dari cawapres lainnya. Menurutnya, tindakan Gibran tersebut sengaja dilakukan untuk memancing emosi lawan debatnya.
“Tapi ini memang ada sengaja menggunakan strategi yang dipakai sebelumnya oleh Gibran dengan terminologi-terminologi yang singkatan misalnya, atau dengan pernyataan-pernyataan yang harapannya bisa membuat emosi dari lawan-lawannya,” kata Cecep kepada Forum Keadilan, Senin, 22/1.
Menurut Cecep, bukan berhasil membuat lawan emosi, justru Gibran mendapat sentimen negatif dari masyarakat atas sikapnya.
“Serangan seperti itu justru memperlihatkan pada publik, entah itu wajah sebenarnya atau tidak dari seorang Gibran Rakabuming Raka,” ujarnya.
Seharusnya, lanjut Cecep, debat sebagai ajang untuk menunjukkan kepada publik bahwa dirinya layak untuk diangkat sebagai pemimpin, dengan menunjukkan kemampuan secara komunikasi dan bisa menulis panduang yang akan dikerjakan oleh bawahannya.
“Namanya debat harapnya memang debat itu memperlihatkan kepada pemirsa, kepada pemilih bahwa dia itu layak jadi pemimpin,” tuturnya.
Sementara itu, kapten tim nasional (Timnas) pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) Muhammad Syaugi Alaydrus menganggap sikap Gibran tersebut telah melecehkan Mahfud MD. Menurutnya, masyarakat juga bisa menilai bahwa gestur yang ditunjukkan Gibran tersebut melecehkan.
“Itu masyarakat yang bisa menilai kita tidak perlu menilai itu silahkan masyarakat menilai bagaimana,” kata Syaugi di Markas Pemenangan AMIN, Jalan Deponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 22/1.
Syaugi juga menyinggung bahwa debat capres-cawapres itu bukan level cerdas cermat, melainkan sudah level capres-cawapres dan kebijakan.
“Pak Anies dan Pak Muhaimin selalu mengatakan (debat) ini level kebijakan, level presiden, level wakil presiden, jadi bukan cerdas cermat, bukan definisi, tetapi kebijakan yang strategis,” ujarnya.
Makanya, lanjut Syaugi, debat itu memang dibutuhkan agar masyarakat mampu menilai visi misi setiap paslon, termasuk layak atau tidaknya paslon tersebut menjadi pemimpin Indonesia.
“Di situ lah diperlukan debat, sehingga masyarakat bisa memilih dan melihat bukan hanya penyampaian visi misi yang lewat tulisan tapi perlu penampilan bagaimana calon pemimpin yang akan memimpin 280 juta (penduduk) ini,” tegasnya.
Saat disinggung soal elektabilitas AMIN, Syaugi mengaku akan tetap menysukuri seberapapun elektabilitasnya. Namun, dia meyakini bahwa elektabilitas AMIN usai debat keempat akan mengalami peningkatan.
“Ya itu pastilah (elektabilitas meningkat) kita lihat aja di situ, kita bersyukur,” pungkasnya.*
Laporan M. HafidĀ