Kata Gibran Usai Jokowi dan Keluarga Digugat ke PTUN atas Dugaan Nepotisme

Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka berkunjung dan berdialog dengan warga di Warakas, Jakarta Utara, Selasa, 16/1/2024 | Instagram @gibran_rakabuming
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka berkunjung dan berdialog dengan warga di Warakas, Jakarta Utara, Selasa, 16/1/2024 | Instagram @gibran_rakabuming

FORUM KEADILAN – Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka memberikan jawaban singkat terkait gugatan yang diberikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya.

Diketahui, Jokowi dan keluarganya digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau dugaan nepotisme.

Bacaan Lainnya

Terkait hal ini, Gibran tidak begitu banyak komentar dan dirinya mempersilakan pihak-pihak yang menggugat Jokowi dan keluarganya.

“Iya silakan,” kata Gibran saat ditemui di Warakas, Jakarta Utara, Selasa, 16/1/2024.

Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara melakukan menggugat Presiden RI Joko Widodo dan keluarganya ke PTUN Jakarta pada Jumat, 12/1/2024.

Gugatan TPDI dan Perekat Nusantara yang dilayangkan dengan klasifikasi perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tersebut teregister dalam Kepaniteraan PTUN Jakarta dengan nomor 11/G/TF/2024/PTUN.JKT.

Perwakilan penggugat yakni Petrus Selestinus, menyebut gugatan yang diajukan dikarenakan Presiden Jokowi karena dinilai telah melakukan nepotisme untuk membangun dinasti politik yang bertentangan dengan TAP MPR No.XI/1998, Undang-Undang (UU) dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik.

Menurut Petrus, reformasi telah dibangun selama 25 tahun telah diruntuhkan oleh adanya nepotisme dinasti politik Jokowi hanya dalam jkurun waktu satu tahun terakhir yang terlihat dari sikap dan perilaku Presiden.

Ia menilai, hal tersebut adalah bentuk pengkhianatan terhadap reformasi yang tak maksimal diwujudkan setelah 25 tahun berjalan.

Nepotisme tersebut tak hanya menguasai suprastruktur politik di eksekutif dan legislatif, namun menguasai dan menyandera lembaga yudikatif yakni, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman.

Petrus juga menilai bahwa kemerdekaan dan kemandirian MK yang dijamin oleh Pasal 24 UUD 1945 yang dirusak hanya untuk kepentingan nepotisme dinasti politik yang melanggar TAP MPR NO.XI/MPR/1998 dan UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Ia menambahkan bahwa efek rusak dari nepotisme dinasti politik adalah peran kedaulatan rakyat yang paling esensi dalam demokrasi menjadi korban, karena kedaulatan rakyat kehilangan peran penentu dalam politik negara, peran kedaulatan rakyat bergeser menjadi kedaulatan nepotisme dinasti politik.*

Pos terkait