FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga (EAR) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Selain Erik, KPK juga menetapkan tersangka terhadap tiga orang lainnya, yakni anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga serta dua pihak swasta bernama Efendy Sahputra dan Fajar Syahputra. Penetapan tersangka itu sebagai buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Kamis, 11/1/2024 kemarin.
“Atas laporan dan pengaduan masyarakat ke KPK dan ditindaklanjuti segera melalui pengumpulan bahan keterangan disertai informasi, sehingga naik ke tahap penyelidikan serta atas dasar kecukupan alat bukti, ditingkatkan lagi ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat konferensi pers di KPK, Jumat, 12/1/2024.
Menurut Ghufron, karena kebutuhan penyidikan, keempat tersangka langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK untuk 20 hari pertama terhitung mulai 12 Januari 2024 hingga 31 Januari 2024.
Lebih lanjut, Ghufron mengungkapkan konstruksi perkara yang menjerat Erik dkk, menurutnya, kasus tersebut bermula saat Kabupaten Labuhanbatu mengangarkan pendapatan dan belanja dalam APBD 2023 dan 2024 dengan rincian anggaran pendapatan dan anggaran belanja yang masing-masing sebesar Rp1,4 triliun.
Dengan anggaran tersebut, Erick selaku Bupati Labuhanbatu melakukan intervensi dan ikut secara aktif berbagai proyek pengadaan yang ada di berbagai SKPD di Pemkab Labuhanbatu.
Proyek yang menjadi atensi Erik, antara lain Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR. Khusus di Dinas PUPR yaitu proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Rakyat – Sei Berombang Kecamatan Panai Tengah dan proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Tampang – Sidomakmur Kecamatan Bilah Hilir / Kecamatan Panai Hulu dengan besaran nilai pekerjan kedua proyek tersebut sebesar Rp19,9 M.
Kemudian, Erik menunjuk Rudi sebagai orang kepercayaan untuk melakukan pengaturan proyek disertai menunjuk secara sepihak siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan.
“Besaran uang dalam bentuk fee yang dipersyaratkan bagi para kontraktor yang akan dimenangkan yaitu 5% hingga 15% dari besaran anggaran proyek,” terangnya.
Adapaun dua proyek di Dinas PUPR, kontraktor yang dikondisikan untuk dimenangkan adalah Fajar Syahputra dan Efendy Sahputa.
Sekitar Desember 2023, Erick melalui Rudi meminta agar segera disiapkan sejumlah uang yang diistilahkan kutipan atau kirahan dari para kontraktor yang telah dikondisikan untuk dimenangkan dalam beberapa proyek di Dinas PUPR.
“Penyerahan uang dari Fajar dan Efendy kepada Rudi dilaksanakan pada awal Januari 2024 melalui transfer rekening bank atas nama Rudi Syahputra Ritonga dan juga melalui penyerahan tunai,” tuturnya.
Lalu, sebagai bukti permulaan, besaran uang yang diterima Erik melalui Rudi sekitar Rp 551,5 juta sebagai satu kesatuan dari Rp1,7 miliar. Menurut Ghufron, uang tersebut turut diamankan saat OTT berlangsung.
Menurut Ghufron, keempat tersangka tersebut dikenakan pasal berda. Erick dan Rudi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Fajar dan Efendy yang merupakan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.*
Laporan M. Hafid