FORUM KEADILAN – Pengamat dan praktisi hukum Mustolih Siradj mengatakan, debat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di tahapan Pemilu 2024 seperti menyaksikan piala dunia. Dirinya menilai hal tersebut sebagai bentuk kematangan demokrasi masyarakat.
Pernyataan itu disampaikan Mustolih saat menghadiri acara yang diselenggarakan oleh Bawaslu Jakarta Selatan bertajuk ‘Fasilitasi dan Pembinaan Penanganan Pelanggaran’ di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis, 21/12/2023 malam.
Mustolih memandang, sesi debat capres-cawapres kedua yang akan diselenggarakan malam ini, Jumat, 22/12, dianggap sebuah hal positif.
“Debat cawapres besok (malam ini) masyarakat di media sosial sudah mulai menghangat. Saya kira iklim yang sangat positif. Sekarang, menjadi satu hal yang menarik, semua orang seperti menonton bola piala dunia,” ujarnya saat menyampaikan materi di Hotel Aston TB, Simatupang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis.
Mustolih menilai, fenomena tersebut memang tidak perlu dianggap negatif. Pasalnya, masyarakat saat ini sudah mulai peduli terhadap visi-misi dari masing-masing capres-cawapres.
“Jadi tidak perlu beranggapan negatif, kita menganggap bahwa ini sebagai demokrasi kita yang semakin matang,” ucapnya.
Meski begitu, menurut Mustolih, masih akan ada sisi buruk dari sesi debat tersebut, kakan tetap ada hal yang menguntungkan maupun tidak.
“Sekarang 2024 saya kira menjadi satu yang menarik. Kalau dulu masa bodoh, paling orang tua saja. Kalau sekarang setelah beberapa jam debat capres atau cawapres nanti, sudah beredar macam-macam, potongan video yang menguntungkan dan tidak menguntungkan,” lugasnya.
Lebih lanjut, Mustolih mengingatkan agar Panwaslu tetap berkoordinasi dan berhati-hati terkait dengan bukti elektronik. Para Panwaslu diharapkan tidak langsung memercayai bentuk bukti tersebut serta berhati-hati dengan bukti elektronik yang mudah dirusak.
“Jadi ketika mendapatkan berita-berita itu untuk tidak langsung memercayainya. Tetap harus apriori, benar atau tidak terkait berita tersebut. Bukti yang berupa rekaman suara, voice note, video, gambar dan lain sebagainya. Satu hal yang Panwaslu harus jeli, barang-barang yang sifatnya bukti elektronik, itu mudah dirusak, mudah diskorsi, dan mudah dimanipulasi,” imbuhnya.
Mustolih menuturkan, laporan berdasarkan bukti elektronik seharusnya memenuhi unsur ekspektasi dan membutuhkan verifikasi yang dapat dipercaya. Hal ini menjadi alasan Panwascam merasa tertekan, meskipun belum tentu laporan tersebut memenuhi semua unsur yang diperlukan.
“Ketika masyarakat melaporkan, ekspektasi-nya selalu memenuhi unsur, padahal harus ada verifikasi atau sebagainya. Ini lah yang dianggap Panwascam merasa ada tekanan, padahal belum tentu jika itu sebuah laporan tetapi tidak memenuhi unsur,” tandasnya.*
Laporan Ari Kurniansyah