FORUM KEADILAN – Aktivis 98 sekaligus dosen dari Universitas Prof Dr Moestopo Beragama DR Baiquni menilai, julukan ‘gemoy’ yang disematkan kepada calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto, menjurus kepada hal negatif berbau keintiman.
“Ketika saya bilang ‘gemoy’ itu singkatan dari gemes dan asoy. Inikan bernada tendensius, artinya bahwa ada kaitannya dengan nuansa seks negatif, menurut saya,” katanya saat hadir dalam program podcast Menolak Lupa Forum Keadilan TV, Selasa, 19/12/2023.
Menurut Baiquni, orang awam mungkin tidak akan menyadari makna lain dari singkatan yang sempat menyita perhatian publik beberapa waktu yang lalu.
“Orang itukan melihat ‘gemoy’ itu singkatan gemes dan asoy. Iya (jorok), tapi orang tidak melihat ke situ,” ujarnya.
Baiquni juga berpendapat, branding ‘gemoy’ yang menggambarkan sosok calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) menggunakan kartun memiliki arti tersendiri jika diteliti lebih lanjut.
“Penggunaan karakter pasangan nomor 2 dibikin muda, badannya tegap tapi berupa kartun, kemudian yang satunya cawapresnya muda, itu sebenarnya seperti gambaran LGBT jika ditafsirkan pada simbol,” ucapnya.
Kendati begitu, Baiquni mengaku tak ingin mengungkapkan lebih jauh makna lain dari branding paslon nomor urut 2 tersebut.
“Kalau misalnya dirumuskan lebih jauh lagi, ini pasti agak banyak (maknanya),” singkatnya.
Namun tidak bisa dipungkiri, penyematan julukan dengan menggunakan bahasa gaul sangat menarik perhatian generasi muda saat ini.
Selain itu, pada kenyataannya, penggunaan bahasa gaul merupakan hasil dari penghancuran sistem kurikuler dan non-kurikuler mahasiswa secara konstruktif.
“Bahasa-bahasa sekarang yang dianggap lucu karena sesuai dengan marketnya, dan tidak ada daya kritis yang dalam yang dipikirkan mahasiswa (generasi muda) tidak sampai di situ,” pungkasnya.*
Laporan Novia Suhari