Siapa Bermain Politik Uang, Pencalonannya Harus Dibatalkan

Ilustrasi penukaran uang I Ist
Ilustrasi penukaran uang I Ist

FORUM KEADILANPolitik uang atau money politic belakangan ini disorot oleh para calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) 2024. Siapa yang terbukti melakukan politik uang, maka pencalonannya harus dibatalkan.

Saat berkunjung ke Dusun Gunung Bakal, Magelang, Jawa Tengah, capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dimintai uang oleh seorang warga. Ia menolak dan memanggil Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) untuk menjelaskan ke warga tersebut bahwa politik uang tak diperbolehkan.

Bacaan Lainnya

“Tahu? Politik uang artinya, tidak boleh,” kata Ganjar di Magelang, Minggu 17/12/2023.

Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, juga begitu. Ia mengingatkan warga untuk mewaspadai politik uang di masa kampanye. Prabowo yakin, bahwa pemilih cukup cerdas dan tidak mudah terbujuk iming-iming dari peserta pemilu.

“Kalau ada iming-iming, terima saja iming-imingnya. Kalau ada iming-iming uang, terima saja itu uang kalian semua kok, uang rakyat, ya kan. Enggak usah terlalu terima kasih, tetapi memilih sesuai dengan hati nurani saudara-saudara sekalian. Terserah saudara memilih siapa, memilih sesuai dengan hatimu, sesuai dengan nuranimu,” kata Prabowo di Blitar, Minggu 17/12.

Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar setuju dengan pandangan kedua capres itu terhadap politik uang. Ia memandang, politik uang merupakan masalah utama yang harus diatasi dalam pemilu.

Politik uang, menurut Fickar adalah segala pemberian atau transaksi uang atau materiil yang dilakukan untuk kepentingan jabatan publik dalam pemilu.

Ia menjelaskan, politik uang sebenarnya diatur secara tegas dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Namun nyatanya, masih banyak pasangan calon yang melakukan praktik tersebut secara kasat mata.

“Secara nyata tidak kelihatan. Tetapi dapat dipastikan melalui tim sukses, dan dengan cara yang sedemikian rupa, money politic ini terjadi,” ucap Fickar kepada Forum Keadilan, Senin 18/12.

Seperti apa yang disampaikan Fickar, sejauh ini diketahui sudah ada dua pasangan yang disorot Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dugaan politik uang.

Pertama Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Cawapres pendamping Anies Baswedan ini pernah dilaporkan ke Bawaslu oleh Advokat Pengawas Pemilu (Awaslu). Laporan tersebut dibuat karena Cak Imin menjanjikan dana otonomi khusus (otsus) Aceh sampai kiamat.

Selain Cak Imin, Bawaslu baru-baru ini juga menyatakan bahwa mereka tengah mengkaji bantuan modal senilai Rp15 miliar dari Prabowo Subianto ke Koperasi Mekar Digital Sejahtera (MDS Coop) di Purwakarta, Jawa Barat.

Memandang dua kasus itu, Fickar berpendapat, perpanjangan dana otsus Aceh bukanlah politik uang. Sebab, dana otsus berkaitan dengan program pemerintahan. Jadi, semua pihak yang terpilih harus menyalurkannya.

Tetapi, beda halnya dengan apa yang dilakukan capres nomor urut 2. Menurut Fickar, pemberian modal Prabowo ke koperasi dapat dikategorikan dalam dugaan politik uang.

“Jika tidak berkaitan dengan program jabatan publik Prabowo, maka itu bisa dikategorikan sebagai money politic,” sambungnya.

Fickar berpandangan, Bawaslu sebagai pemegang kewenangan untuk mengawasi jalannya pemilu, saat ini sangat lemah. Terutama dalam menindaklanjuti temuan politik uang.

“Bawaslu lemah, karena tidak ada satupun kasus money politic yang ditindaklanjuti,” tuturnya.

Ia berharap, Bawaslu bisa menjalankan hukum secara tegas. Jika ada pasangan capres-cawapres yang terbukti secara sah melakukan politik uang, pencalonannya harus dibatalkan.

“Hukum secara tegas ditegakkan, demikian juga jika terbukti, calon dibatalkan,” pungkasnya.*

Laporan Syahrul Bahaqi

Pos terkait