Firli Bawa Dokumen Kasus Suap DJKA di Praperadilan, Saksi Ahli: Tidak Melanggar UU

FORUM KEADILAN – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri membawa bukti dokumen penanganan kasus dugaan suap Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) di sidang gugatan praperadilan atas penetapan tersangka kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Tindakan Firli itu menuai pro kontra.
Dokumen tersebut diduga sebagai dokumen rahasia milik KPK. Selain itu, dokumen tersebut dinilai tidak memiliki korelasi dengan permohonan yang diajukan Firli.
Atas penyerahan dokumen tersebut, Firli dianggap melanggar Undang-Undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik, menghalangi penyidikan Pasal 21 UU KPK, dan kode etik.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) yang juga sebagai saksi ahli Filri, Prof Suparji Ahmad, menilai bahwa Firli tidak melanggar UU apa pun terkait membawa dokumen tersebut. Sebab, kata dia, hal itu tidak bersifat rahasia dan hanya diajukan untuk kepentingan pembuktian.
“Tidak ada peraturan Perundang-Undangan yang dilanggar dalam penggunaan dokumen tersebut, karena dokumen tersebut antara lain berupa daftar hadir rapat dan notulen,” kata Suparji di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin, 18/12/2023.
“Dalam rangka membuktikan dalil tersebut, maka FB (Firli Bahuri) menggunakan dokumen tersebut sebagai barang bukti bahwa sesuai prinsip pembuktian, siapa yang mendalilkan mempunyai sesuatu hak dan untuk meneguhkan haknya itu atau guna membantah hak orang lain harus lah dibuktikan adanya hak atau peristiwa itu,” ujarnya.
Selain itu, kata Suparji, Hakim juga tidak mempersoalkan adanya dokumen tersebut dalam persidangan, karena dinilai sebagai bagian dari barang bukti. Dengan demikian, dia meminta agar dokumen tersebut tidak dipermasalahkan.
“Pada sisi lain bahwa dokumen tersebut telah dinilai oleh hakim sebagai bagian dari pembuktian,” pungkasnya.
Sebelumnya, Firli melalui kuasa hukumnya sempat menyerahkan bukti dokumen terkait penanganan kasus dugaan suap yang menjerat pejabat di DJKA, Muhammad Suryo.
Kepala Bidang (Kabid) Hukum Polda Metro Jaya Kombes Pol Putu Putera Sadana mengaku kebingungan soal hubungan kasus Muhammad Suryo dan penetapan Firli sebagai tersangka dugaan pemerasaan terhadap SYL.
“Saya baca contoh, P26 daftar hadir dan kesimpulan dan seterusnya tentang operasi tangkap tangan (OTT) DJKA. Ini barang bukti yang menurut kami tak linier dengan apa yang sedang kita bahas karena petitum yang bersangkutan salah satunya penetapan tersangka tidak sah,” kata Putu.
Putu lantas bertanya kepada ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi yang dihadirkan pihaknya. Apakah dokumen yang dibawa Firli itu termasuk dokumen yang perlu dirahasiakan atau tidak.
“Apakah dokumen ini termasuk dokumen negara yang perlu dirahasiakan atau tidak karena dalam kepolisian dirahasiakan, belum lagi sampai P37, hampir semua tentang DJKA dijadikan barbuk di sini. Kami bertanya apa korelasinya dengan kasus yang sedang kita bahas ini?” ucapnya.*
Laporan M. Hafid